Minggu, 18 Desember 2011

Pengangkatan Anak Pada Masyarakat Batak Toba


(Suatu Analisis Berdasarkan Hukum Adat)


PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pada hakekatnya perkembangan hukum adat tidak dapat dipisahkan dari perkembangan masyarakat pendukungnya. Dalam pembangunan hukum nasional, peranan hukum adat sangat penting. Karena hukum nasional yang akan dibentuk, didasarkan pada hukum adat yang berlaku.
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis dan bersifat dinamis yang senantiasa dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Bila hukum adat yag mengatur sesuatu bidang kehidupan dipandang tidak sesuai lagi dengn kebutuhan warganya maka warganya sendiri yang akan merubah hukum adat tersebut agar dapat memberi manfaat untuk mengatur kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pengetua adat.
Hukum adat mengalami perkembangan karena adanya interaksi sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain. Persintuhan itu mengakibatkan perubahan yang dinamis terhadp hukum adat.
Selain tidak terkodifikasi, hukum adat itu memiliki corak :

1) Hukum adat mengandung sifat yang sangat tradisionil.
Bahwa peraturan hukum adat umumnya oleh rakyat dianggap berasal dari nenek moyang yang legendaris (hanya ditemui dari cerita orang tua).

2) Hukum adat dapat berubah
Perubahan dilakukan bukan dengan menghapuskan dan mengganti peraturan-peraturan itu dengan yang lain secara tiba-tiba, karena tindakan demikian itu akan bertentangan dengan sifat adat istiadat yang suci dan bahari. Akan tetapi perubahan terjadi oleh pengaruh kejadian-kejadian , pengaruh peri kedaan hidup yang silih berganti-ganti. Peraturan hukum adat harus dipakai dan dikenakan oleh pemangku adat (terutama oleh kepala-kepala) pada situasi tertentu dari kehidupan sehari-hari; dan peristiwa-peristiwa demikian ini, sering dengan tidak diketahui berakibat pergantian, berubahnya peraturan adat dan kerap kali orang sampai menyangka, bahwa peraturan-peraturan lama tetap berlaku bagi kedaaan-keadaan baru.

3) Kesanggupan hukum adat menyesuaikan diri.
Justru karena pada hukum adat terdapat sifat hukum tidak tertulis dan tidak dikodifikasi, maka hukum adat (pada masyarakat yang melepaskan diri dari ikatan-ikatan tradisi dan dengan cepat berkembang modern) memperlihatkan kesanggupan untuk menyesuaikan diri dan elastisiteit yang luas. Suatu hukum sebagai hukum adat,yang terlebih-lebih ditimbulkan keputusan di kalangan perlengkapan masyarakat belaka, sewaktu-waktu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan baru.

Hukum adat berurat berakar pada kebudayaan tradisionil. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitranya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.

Hukum adat mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat yang berasal dari nenek moyang dan berlaku secara turun temurun. Hukum adat mengatur tentang masalah perkawinan, anak, harta perkawinan, warisan, tanah dan lain-lain yang selalu dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat agar tercapai ketertiban dalam masyarakat. Hukum adat ini selalu dijunjung tinggi pelaksanaannya. Hukum adat juga mengatur tentang pengangkatan anak.

Dalam pengangkatan anak di Indonesia, pedoman yang dipergunakan saat ini adalah :

1. Staatsblad 1917 No. 129 mengenai adopsi yang berlaku bagi golongan Tionghoa.

2. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 (merupakan penyempurnaan dari dan sekaligus menyatakan tidak berlaku lagi Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 tahun 1979) jo Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 1989 tentang pengangkatan Anak yang berlaku bagi warga negara Indonesia.

3. Hukum adat (Hukum tidak tertulis).

4. Jurisprudensi
Dalam menentukan kriteria sah tidaknya suatu pengangkatan anak termasuk akibat hukumnya pada masyarakat daerah tertentu, seperti di kalangan masyarakat suku Jawa, Tionghoa, saat ini sudah ada beberapa jurisprudensi yang dapat dijadikan sebagai pedoman. Pengangkatan anak bagi golongan Bumiputera menurut tata cara hukum adatnya masih dianggap sah dan akibat hukumnya juga tunduk kepada hukum adatnya sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan dari pengangkatan anak yaitu mengutamakan kesejahteraan anak.

Meskipun pengangkatan anak harus dilakukan berdasarkan hukum adat yang berlaku, namun masih diperlukan lagi pengesahan dengan suatu penetapan pengadilan atau dengan suatu akta notaris yang disahkan oleh pengadilan setempat.
Di daerah Batak Toba yang menganut sistem kekerabatan patrilineal, anak laki-laki merupakan penerus keturunan ataupun marga dalam silsilah keluarga. Anak laki-laki sangat berarti kehadirannya dalam suatu keluarga. Pada masyarakat Batak Toba, apabila suatu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki, maka ia dapat mengangkat seorang anak laki-laki yang disebut dengan “anak naniain” dengan syarat anak laki-laki yang diangkat haruslah berasal dari lingkungan kaluarga atau kerabat dekat orang yang mengangkat. Pengangkatannya haruslah dilaksanakan secara terus terang yaitu dilakukan di hadapan “dalihan na tolu” dan pemuka-pemuka adat yang bertempat tinggal di desa sekeliling tempat tinggal orang yang mengangkat anak.

Apabila syarat-syarat pengangkatan anak sebagaimana diuraikan di atas telah terpenuhi, maka anak tersebut akan menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya dan tidak lagi mewaris dari orang tua kandungnya.

Konsekwensi dari pengangkatan anak yang demikian ini, tentu mempunyai pengaruh terhadap terhadap kedudukan anak tersebut baik terhadap orang kandungnya maupun terhadap orang tua angkat si anak. Hal di atas merupakan latar belakang pemilihan topik tentang anak angkat dalam sistem hukum adat Batak Toba.

B. Permasalahan
1. Bagaimanakah asas-asas pengangkatan anak menurut hukum adat Batak Toba.
2. Bagaimanakah akibat hukum dari pengangkatan anak pada masyarakat Batak Toba.

BAB II
PENGANGKATAN ANAK DAN AKIBAT HUKUMNYA
A. Pengangkatan anak

Pengangkatan anak sering juga diistilahkan dengan adopsi. Adopsi berasal dari Adoptie (Belanda) atau adoption (Inggris). Adoption artinya pengangkatan, pemungutan, adopsi, dan untuk sebutan pengangkatan anak disebut adoption of a child.
Supomo menyebutkan di seluruh wilayah hukum (Jawa barat) bilamana dikatakan “mupu, mulung atau mungut anak” yang dimaksudkan ialah mengangkat anak orang lain sebagai anak sendiri.
B. Ter Haar Bzn berpendapat : Adoption is common throughout the Archipelago. By means it is a child, who does not belong to the family group, is brought into the family un such a way that his relationship amongs to the same thing as a true kinship relation. (Adopsi pada umumnya terdapat di seluruh nusantara. Artinya, bahwa perbuatan pengangkatan anak dari luar kerabatnya, yang memasukkan dalam keluarganya begitu rupa sehingga menimbulkan hubungan kekeluargaan yang sama seperti hubungan kemasyarakatan yang tertentu biologis.)5

Di Batak Toba dikenal anak naniain, yaitu semacam anak angkat yang harus memenuhi syarat-syarat :
a. Yang mau mengain haruslah tidak mempunyai anak laki-laki;

b. Anak yang diangkat tersebut haruslah dari antara anak-anak saudaranya atau keluarga dekat lainnya;

c. Harus “dirajahon” artinya harus dengan upacara adat yang telah ditentukan untuk itu yang dihadiri oleh keluarga dekat, “dalihan na tolu” serta pengetua-pengetua dari kampung sekelilingnya (raja-raja bius).

“Anak naniain” berasal dari kata dasar “ain” artinya “angkat”, yang menurut kamus Batak Toba Indonesia karangan J. Warneck, anak niain berarti anak angkat sedangkan mangain artinya mengangkat seseorang menjadi anak sendiri misal keluarga yang tidak mempunyai anak.
“Nain” ditambah kata depan “na” dalam bahasa Indonesia artinya “yang”, jadi “anak naniain” artinya anak yang diangkat.
“Dirajahon” berarti diresmikan dengan upacara adat Batak Toba.
“Dalihan Natolu” yang juga disebut “Dalihan Nan Tungku Tiga” (artinya Tungku Nan Tiga) adalah suatu ungkapan yang menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak. Di dalam Dalihan Natolu terdapat 3 unsur hubungan kekeluargaa, yang sama dengan tungku sederhana dan praktis yang terdiri dari 3 buah batu.
Ketiga unsur hubungan kekeluargaan itu ialah :
1. Dongan Sabutuha (teman semarga);

2. Hulahula (keluarga dari pihak isteri);

3. Boru (keluarga dari pihak menantu laki-laki).

Di lingkungan masyarakat Batak Toba dikenal pengangkatan anak secara umum dan khusus.
Pengangkatan anak secara umum adalah pengangkatan anak yang sifatnya formal dan bukan merupakan peristiwa hukum. Oleh karena itu perbuatan tersebut tidak mempunyai akibat hukum. Misalnya : memberi marga bagi isteri atau suami yang bukan berasal dari Batak Toba.
Pengangkatan anak secara khusus adalah pengangkatan yang merupakan peristiwa hukum serta mempunyai akibat hukum, misalnya anak naniain.
Menurut hukum adat Batak Toba, subyek pengangkatan anak adalah orang yang sudah kawin tetapi tidak mempunyai anak laki-laki. Misalnya orang tersebut sudah mempunyai anak tetapi perempuan semua sehingga ia dapat mengangkat anak laki-laki. Sedangkan obyek pengangkatan anak anak laki-laki (belum kawin atau sudah kawin) dari saudara-saudaranya atau keluarga dekat yang mengangkat.

B. Asas-asas Dalam Pengangkatan Anak

Pasal 12 UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menenutkan ;

a) Pengangkatan Anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak;

b) Kepentingan kesejahteraan anak yang termaktub adalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah;

c) Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal ini mengandung asas mengutamakan kesejahteraan anak angkat.
Pasal 5 ayat 1 Stb. 1917 No. 129 tentang adopsi yang berlaku bagi golongan Tionghoa menentukan bila seorang laki-laki, kawin atau pernah kawin, tidak mempunyai keturunan laki-laki yang sah dalam garis laki-laki, baik karena hubungan darah maupun karena pengangkatan, dapat mengangkat seseorang sebagai anak laki-lakinya.
Selanjutnya Pasal 6 menentukan : Yang boleh diangkat sebagai anak hanyalah orang Tionghoa laki-laki yang tidak kawin dan tidak mempunyai anak, yang belum diangkat orang lain.

Ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Stb. 1917 No. 129 mengandung asas mengangkat anak laki-laki untuk meneruskan garis keturunan.
Sesuai dengan perkembangan jaman keluar Yurisprudensi yaitu Keputusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta No. 907/1963/P tertanggal 29 Mei 1963 bagi golongan Tionghoa diperbolehkan mengadopsi anak perempuan.
Ter Haar menyatakan ada beberapa alasan dalam pengangkatan anak di beberapa daerah, antara lain :

1) Motivasi perbuatan adopsi dilakukan adalah karena rasa takut bahwa keluarga yang bersangkutan akan punah (Fear of extinction of afamily);

2) Rasa takut akan meninggal tanpa mempunyai keturunan dan sangat kuatir akan hilang garis keturunannya (Fear of diving childless and so suffering the axtinction of the line of descent).

Dari motivasi di atas terkandung asas mengangkat anak untuk meneruskan garis keturunan.
Di daerah Tapanuli, Nias, Gayo, Lampung, Maluku, Kepulauan Timor dan Bali yang menganut garis patrilineal, pengangkatan anak pada prinsipnya hanya pengangkatan anak laki-laki dengan tujuan utamanya adalah untuk meneruskan keturunan.
Selain asas-asas sebagaimana diuraikan di atas, dalam pengangkatan anak terkandung juga asas yang lain yaitu :
♦ Asas kekeluargaan
♦ Asas kemanusiaan
♦ Asas persamaan hak
♦ Asas musyawarah dan mufakat.
♦ Asas tunai dan terang.

C. Akibat hukum Pengangkatan Anak

Menurut hukum adat tata cara pengangkatan anak dapat dilaksanakan dengan cara :

a. Tunai/kontan artinya bahwa anak itu dilepaskan dari lingkungannya semula dan dimasukkan ke dalam kerabat yang mengadopsinya dengan suatu pembayaran benda-benda magis, uang, pakaian.

b. Terang artinya bahwa adopsi dilaksanakan dengan upacara-upacara dengan bantuan para Kepala Persekutuan, ia harus terang diangkat ke dalam tata hukum masyarakat.

Terhadap tata cara pengangkatan anak menurut hukum adat, Mahkamah Agung dalam putusannya No. 53 K/Pdt/1995, tanggal 18 Maret 1996 berpendapat bahwa dalam menentukan sah tidaknya status hukum seorang anak angkat bukan semata-mata karena tidak memiliki Penetapan dari Pengadilan negeri, dimana SEMA RI No. 2 tahun 1979 jo SEMA RI No. 6 Tahun 1983 jo SEMA RI No. 4 Tahun 1989 merupakan Petunjuk Teknis dari Mahkamah Agung kepada para Hakim Pengadilan untuk kepentingan penyidangan permohonan anak angkat yang bersifat voluntair dan khusus hanya untuk penetapan anak angkat saja.
Pengangkatan anak tentu membawa konsekwensi yuridis. Dan hal ini di tiap-tiap daerah berbeda sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Bahkan untuk daerah yang menganut sistem kekerabatan yang sama belum tentu mempunyai karakteristik yang sama.
Ter Haar menyebutkan bahwa anak angkat berhak atas warisan sebagai anak, bukannya sebagai orang asing. Sepanjang perbuatan ambil anak (adopsi) telah menghapuskan perangainya sebagai “orang asing’ dan menjadikannya perangai “anak” maka anak angkat berhak atas warisan sebagai seorang anak. Itulah titik pangkalnya hukum adat. Namun boleh jadi, bahwa terhadap kerabatnya kedua orang tua yang mengambil anak itu anak angkat tadi tetap asing dan tidak mendapat apa-apa dari barang asal daripada bapa atau ibu angkatnya- atas barang-barang mana kerabat-kerabat sendiri tetap mempunyai haknya yang tertentu, tapi ia mendapat barang-barang (semua) yang diperoleh dalam perkawinan. Ambil anak sebagai perbuatan tunai selalu menimbulkan hak sepenuhnya atas warisan.

Wirjono Prodjodikoro berpendapat pada hakekatnya seorang baru dapat dianggap anak angkat, apabila orang yang mengangkat itu, memandang dalam lahir dan bathin aanak itu sebagai anak keturunannya sendiri.
Di daerah batak Toba ditentukan bahwa anak naniain berbeda dengan anak angkat menurut pengertian sehari-hari ialah tidak dapatnya diangkat anak (laki-laki) dari siapapun kecuali dari keluarga dekat untuk menjadi anak naniain. Anak naniain menjadi ahli waris dari ayah yang mengainnya dan kehilangan hak mewaris dari orang tua kandungnya.
Pengadilan dalam praktek telah merintis mengenai akibat hukum di dalam pengangkatan antara anak dengan orang tua sebagai berikut :

a. Hubungan darah : mengenai hubungan ini dipandang sulit untuk memutuskan hubungan anak dengan orangtua kandung.

b. Hubungan waris : dalam hal waris secara tegas dinyatakan bahwa anak sudah tidak akan mendapatkan waris lagi dari orangtua kandung. Anak yang diangkat akan mendapat waris dari orangtua angkat.

c. Hubungan perwalian : dalam hubungan perwalian ini terputus hubungannya anak dengan orang tua kandung dan beralih kepada orang tua angkat. Beralihnya ini, baru dimulai sewaktu putusan diucapkan oleh pengadilan. Segala hak dan kewajiban orang tua kandung berlaih kepada orang tua angkat.

d. Hubungan marga, gelar, kedudukan adat; dalam hal ini anak tidak akan mendapat marga, gelar dari orang tua kandung, melainkan dari orang tua angkat.13
Stb, 1917 No. 219 menentukan bahwa akibat hukum dari perbuatan adopsi adalah sebagai berikut :

a. Pasal 11 : anak adopsi secara hukum mempunyai nama keturunan dari orang yang mengadopsi.

b. Pasal 12 ayat 1 : anak adopsi dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari orang yang mengadopsi. Konsekwensinya anak adopsi menjadi ahli waris dari orang yang mengadopsi.

Konsekwensi lebih lanjut adalah karena dianggap dilahirkan dari perkawinan orang yang mengadopsi, maka dalam keluarga adoptan, adoptandus berkedudukan sebagai anak sah, dengan segala konsekwensi lebih lanjut.
Bila anak adopsi dianggap dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan adoptandus berkedudukan sebagai anak sah maka akibat hukumnya adalah sebagai berikut :

1. Apabila adopsi dilakukan sebelum keluarnya UU No. 1 tahun 1974, maka akibat hukumnya tunduk kepada KUHPerdata yang meliputi :

a. Kekuasaan orang tua terhadap pribadi anak, yaitu orang tua wajib memelihara dan mendidik sekalian anak mereka yang belum dewasa (Pasal 298 ayat 2 KUHPerdata). Sepanjang perkawinan bapak dan ibu tiap-tiap anak sampai ia menjadi dewasa, tetap di bawah kekuasaan orang tua sepanjang kekuasaan orang tua itu belum dicabut (Pasal 299 KUHPerdata).
b. Kekuasaan orang tua terhadap harta kekayaan anak, yaitu terhadap anak yang belum dewasa, maka orang tua harus mengurus harta kekayaan anak itu (Pasal 307 KUHPerdata).
c. Hak dan kewajiban anak terhadap orang tua, yaitu tiap-tiap anak, dalam umur berapapun wajib menaruhkehormatan dan keseganan terhadap bapak dan ibunya serta berhak atas pemeliharaan dan pendidikan.

2. Apabila adopsi dilakukan setelah berlakunya UU No. 1 tahun 1974, maka akibat hukumnya tunduk kepada UU No. 1 Tahun 1974 yang meliputi :
a. Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak, yaitu :
Di dalam Pasal 45 dinyatakan bahwa :
a) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
b) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Di dalam Pasal 47 dinyatakan :
a) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaannya.
b) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.
Pasal 49 menentukan :
a) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas atau saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal :
1. Ia sangat melalaikan kewajiban terhadap anaknya,
2. Ia berkelakuan buruk sekali.
b. Kewajiban orang tua terhadap harta benda anak, yaitu :
Di dalam pasal 48 UU No. 1 Tahun 1974 disebutkan :
Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum melangsungkan perkawinan kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.
c. Hak dan kewajiban anak terhadap orang tua, yaitu selain berhak atas pemeliharaan dan pendidikan juga mempunyai kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 46 UU No. 1 tahun 1974 yaitu :
1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.
2) Jika anak telah dewasa ia wajib memelihara menurut kemampuannya orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.
Karena adopsi, maka terputus segala hubungan keperdataan antara anak adopsi dengan orang tua kandungnya.

sumber: Sunarmi-Fakultas Hukum-Universitas Sumatera Utara

PERANAN KOMUNIKASI DALAM PENYATUAN BUDAYA


Suraya

Manusia diciptakan berpasang-pasangan,dan bersuku-suku menurut jenisnya seperti yang dikemukakan oleh ayat diatas. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia itu diciptakan Allah berbedabeda fisik dan sifatnya serta memiliki karakternya sendiri-sendiri.

Mereka hidup berkelompok sebagai mahluk sosial dan berkomunikasi dengan sesamanya.

Banyak orang menganggap bahwa melakukan komunikasi itu mudah, semudah orang bernafas, karena kita terbiasa melakukannya sejak lahir. Namun setelah orang pernah merasakan hambatan atau “kemacetan” ketika melakukan komunikasi, barulah disadari bahwa komunikasi itu ternyata tidak mudah.

Coba saja kita lihat contoh yang dijelaskan oleh Mulyana (2001),kata Mokusatsu yang digunakan Jepang dalam merespon ultimatum AS untuk menyerah diterjemahkan oleh Domei sebagai ‘mengabaikan’, alih-alih maknanya yang benar adalah ‘jangan memberi komentar sampai keputusan diambil’. Suatu versi lain mengatakan, Jendral McArthur memerintahkan stafnya untuk mencari makna kata itu. Semua kamus bahasa Jepang-bahasa Inggris diperiksa yang memberi padanan kata no comment. MacArthur kemudian melaporkan kepada Presiden Truman yang memutuskan untuk menjatuhkan bom atom. Padahal makna kata Mokusatsu itu adalah ‘Kami akan menaati ultimatum Tuan tanpa komentar’.
Kekeliruan dalam menerjemahkan suatu pesan yang dikirimkan pemerintah Jepang menjelang akhir Perang Dunia II boleh jadi telah memicu pengeboman Hiroshima. Kegagalan memahami pesan verbal itu dapat mengakibatkan bencana. Karena ada kesan ‘enteng’ itulah, tidak mengherankan bila sebagian orang enggan mempelajari bidang komunikasi. Padahal, dimana pun kita berada dan apa pun profesi kita, kita selalu berkomunikasi dengan orang lain. Banyak orang gagal karena mereka tidak terampil berkomunikasi.
Contoh lainnya konflik yang terjadi antara suku Dayak dan Madura Sambas di Kalimantan yang disebabkan adanya stereotip yang berlebihan dari kedua suku tersebut sehingga menyebabkan ratusan orang Madura tewas dan ratusan rumah musnah. Seperti dikemukakan Rachbini (1999)
bahwa suku Madura dipandang warga setempat berkarakter kasar, tidak sopan dan tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan.

Ketika kita berkomunikasi dengan orang dari suku, atau agama lain kita dihadapkan dengan system nilai dan aturan yang berbeda. Sulit memahami komunikasi mereka bila kita sangat etnosentrik. Di Indonesia masih sering terdengar stereotip-stereotip kesukuan. Misalnya orang-orang Jawa dan Sunda beranggapan bahwa mereka halus dan sopan, dan bahwa orang-orang Batak kasar, nekad, suka berbicara keras, pemberang dan suka berkelahi. Tetapi orang Batak sendiri menganggap bahwa mereka pemberani, terbuka, suka berterus terang, pintar, rajin, kuat dan tegar.
Mereka menganggap orang-orang Jawa dan Sunda lebih halus dan spontan tetapi lemah dan tidak suka berterus terang. Apa yang orang anggap kekasaran, bagi orang Batak justru kejujuran. Apa yang orang Sunda dan Jawa anggap kehalusan, bagi orang Batak adalah kemunafikan dan kelemahan (Mulyana, 1999, h. 13).
Pada dasarnya Allah SWT telah menekankan bahwa “Tuhan yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia menciptakan manusia, dan mengajarinya pandai berbicara” (Ar Rahman : 1-4). Dengan begitu maka manusia selalu ingin berkomunikasi dengan manusia lainnya dengan cara berbicara satu dengan yang lain, baik melakukan komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, atau komunikasi massa (Littlejohn, 2000; Tubbs & Moss, 1996).

Pada dasarnya manusia memiliki naluri komunikasi, selain itu dilengkapi pula dengan naluri ingin tahu. Manusia ingin mengetahui segala yang ada di alam sekelilingnya. Seperti yang dikatakan Allah SWT bahwa Allah SWT menurunkan kepadamu Kitab dan Hikmah, dan mengajarkan kepadamu sesuatu yang kamu belum tahu (Q., 4:113), maka manusia akan
mencari segala sesuatunya dengan kemampuannya berkomunikasi.
Sekarang ini, peradaban manusia telah berkembang demikian kompleksnya. Manusia sebagai individu-individu dengan latar belakang budaya yang berlainan saling bertemu, baik secara tatap muka maupun melalui media komunikasi. Media komunikasi di sini tidak hanya berbentuk
media massa semata tetapi juga media umum (surat, e-mail, telepon, dan sebagainya). Maka tidaklah heran, perkembangan dunia saat ini semakin menuju pada suatu Global Village (desa dunia). Hal ini yang menimbulkan anggapan bahwa sekarang ini komunikasi antar budaya semakin penting dan semakin vital ketimbang di masa-masa sebelum ini (Dodd, 1987;
Gudykunst & Kim, 1984; Samovar, Porter & Jain, 1981).

Komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang berbeda bangsa,ras, bahasa, agama, tingkat pendidikan, status sosial atau bahkan jenis kelamin disebut komunikasi antarbudaya (Mulyana, 2000). Karena itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan pentingnya komunikasi antarbudaya ini, yang dapat dikatakan sebagai jembatan emas komunikasi antarbudaya.
Jembatan emas ini meliputi mobilitas, saling ketergantungan ekonomi,teknologi komunikasi, pola imigrasi, kesejahteraan politik (Devito, 1991).

Mobilitas

Pergerakan peradaban dunia bergerak dengan cepatnya, mereka dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain hanya dalam sekejap.
Transportasi telah mempermudah mereka untuk bergerak dengan cepat.
Mereka seringkali melakukan perjalanan dari satu negara ke negara lain dan dari satu benua ke benua lain. Hal ini lah yang sering kita sebut dengan mobilitas. Batasan-batasan yang dulu sebagai penghalang, seperti susahnya transportasi karena jarak, lautan dan samudera yang memisahkan antardaerah kini pupus sudah. Saat ini orang seringkali mengunjungi budaya-budaya lain untuk mengenal orang-orang yang berbeda dan daerah baru serta untuk menggali peluang-peluang ekonomi. Hal seperti ini mengingatkan kita pada ayat Al Quran di atas, bahwa manusia diciptakan untuk saling mengenal.
Bila kita telah saling mengenal maka terbukalah peluang-peluang lain untuk terjalin dengan baik, misalnya saja peluang ekonomi,perdagangan, pendidikan, kebudayaan, dan sebagainya. Peristiwa mobilitas ini menyebabkan hubungan antarpribadi kita semakin menjadi hubungan
antarbudaya. Individu-individu yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda saling berhubungan dan berinteraksi dari melakukan komunikasi antarpribadi sampai dengan melakukan komunikasi menggunakan media massa. Mobilitas yang tinggi memungkinkan terjadinya akulturasi budaya dan nilai-nilai yang sangat kompleks dalam global village ini. Bertemunya bermacam-macam budaya tersebut bisa terjadi dalam berbagai bidang,
seperti ekonomi, sosial, politik, pendidikan, hankam, dan lainnya.
Misalnya, pertukaran pelajar yang dikoordinir oleh AFS ataupun Departemen Pendidikan Nasional. Atau perjalanan bisnis para pedagang dan pengusaha nasional ke luar daerah dan negeri.

Saling Ketergantungan Ekonomi

Sekarang ini karena dunia sudah menjadi global village, maka kebanyakan negara secara ekonomis bergantung pada negara lain.
Beberapa waktu yang lalu kehidupan ekonomi Amerika banyak terkait dengan negara-negara Eropa yang kulturnya banyak kemiripan dengan kultur Amerika. Tetapi, sekarang ini, banyak kegiatan perdagangan Amerika khususnya di bidang peralatan teknologi yang berorientasi ke Asia Timur seperti Jepang, Korea, Taiwan yang kulturnya sangat berbeda dengan kultur
Amerika.
Kehidupan ekonomi bangsa Amerika bergantung pada kemampuan bangsa ini untuk berkomunikasi secara efektif dengan kultur-kultur yang berbeda itu. Hal yang sama berlaku untuk bangsa-bangsa lain di dunia, termasuk Indonesia. Tragedi 11 September yang menimpa Amerika Serikat menyebabkan terganggunya hubungan ekonomi negara-negara di dunia.
Banyak negara yang membuka kantor di gedung WTC ikut menjadi korban sehingga perekonomiannya terganggu. Suku bunga Dollar Amerika menjadi naik sehingga nilai tukar rupiah kita-pun ikut terpengaruh. Hal ini menyebabkan berubahnya harga-harga barang yang menggunakan nilai tukar dollar Amerika, yang dengan otomatis merembet ke pada hal yang
lainnya, seperti sembilan bahan pokok, BBM, dan lain-lain.

Teknologi Komunikasi

Teknologi komunikasi telah berkembang dengan pesat saat ini. Hal ini ditandai dengan merebaknya pemakaian internet, multi media, dan sebagainya. Meningkat pesatnya teknologi komunikasi telah membawa kultur luar yang kadangkala asing masuk ke rumah kita. Film-film seri impor yang ditayangkan di televisi telah membuat kita mengenal adat kebiasaan dan
riwayat bangsa-bangsa lain. Berita-berita dari luar negeri yang disiarkan baik dari stasiun televisi dalam negeri maupun luar negeri merupakan hal yang lumrah. Setiap malam kita menyaksikan apa yang terjadi di negara yang jauh melalui televisi. Dan kita dapat berhubungan langsung ke setiap pelosok dunia melalui telepon, e-mail, dan sebagainya. Teknologi telah
membuat komunikasi menjadi mudah, praktis dan tidak terhindarkan. McLuhan sendiri mengatakan bahwa media adalah pesan itu sendiri.

Karena media massa memiliki karakter sendiri, dengan kelemahan dan kelebihan. Media Komunikasi merupakan saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan. Media dapat berupa alat seperti majalah, surat kabar, tabloid, radio, televisi, film, internet,telepon, telegram, surat, dan lain-lain. Selain itu media juga dapat berupa non alat yaitu lambang verbal dan non verbal termasuk kondisi personal dan situasional, lingkungan yang mendukung terjadinya komunikasi.
Media komunikasi sendiri mempunyai fungsi, yaitu
(1) memperluas jangkauan komunikasi antar manusia dan memperbesar kemampuan untuk
menjalin hubungan komunikasi antarmanusia; dan
(2) menyediakan, menyimpan dan mendistribusikan pesan-pesan komunikasi.

Maka dengan media komunikasi manusia dapat menembus ruang dan waktu. Misalnya, kita dapat membaca koran, mendengarkan radio dimana pun kita berada. Hasil dari media komunikasi berupa alat dapat disimpan/didokumentasikan sehingga dapat menguasai waktu. Karena media komunikasi adalah pesan komunikasi, maka McLuhan percaya bahwa media
komunikasi manusia.
Perkembangan media komunikasi telah banyak mengubah aspek kehidupan manusia dan hubungan komunikasi antarmanusia hampir tak terbatas. Perkembangan media komunikasi telah mengubah cara pengumpulan, pengolahan dan pendistribusian pesan-pesan komunikasi.
Begitu banyaknya informasi yang datang yang tidak dapat dipilih dan dimaknai oleh komunikan karena keterbatasan kemampuan sehingga menimbulkan keluberan informasi. Seperti pendapat Brent D. Ruben (1992),dalam keadaan seperti itu manusia dihadapkan pada tantangan “apa yang harus kita lakukan dengan luberan informasi”, dan tidak lagi mempertanyakan “bagaimana mendapatkan informasi”.
Betapa dahsyatnya media komunikasi merambah kehidupan manusia,sehingga tanpa sadar manusia telah menjadi tergantung pada media komunikasi untuk memenuhi kebutuhannya berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda budaya. Teknologi komunikasi menyebabkan individuindividu yang saling berinteraksi mengalami pertukaran budaya dan bahkan akulturasi.

Kita juga setiap hari membaca, mendengar dan menyaksikan di media-media, berita tentang ketegangan rasial, pertentangan agama,diskriminasi seks, yang secara umum merupakan masalah-masalah yang di sebabkan oleh kegagalan komunikasi antarbudaya.
Sebagai contoh, televisi yang sarat dengan teknologi mengandung apa yang disebut sebagai Television Culture. Hal ini diinterpretasikan bahwa filosofis televisi sebagai media yang mengandalkan teknologi telah melahirkan dan memancing makna kesenangan, hiburan, dan
keanekaragaman kesenangan dalam masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa apapun isinya, tampilan yang ada di layar kaca televisi selalu dikemas dengan format hiburan. Jadi, televisi dapat kita sebut sebagai alat penghibur.
Realita hiburan di televisi seakan sama dengan realita sebenarnya,padahal tidaklah demikian. Hal ini disebabkan, apa yang tampil di televisi sudah penuh dengan distorsi. Pesan yang tampil sudah melalui sebuah proses, seperti editing, cropping, dan lain-lain. Realita televisi sangat jauh
berbeda dengan realita sebenarnya. Celakanya apa yang ditampilkan di televisi sering dipersepsikan pemirsa sama dengan kenyataan sebenarnya.
Bahkan Ted Turner, pemilik televisi berita CNN mengatakan, televisi merupakan media yang mampu merealisasikan gagasan-gagasan sampai di luar batas hayali. Maksudnya, televisi dengan keunggulan teknologinya mampu menyajikan realita yang hanya ada dalam khayalan manusia (Wahyudi, 1992).

Budaya yang dihantarkan oleh televisi inilah yang setiap hari hadir masuk ke dalam rumah kita dan membawa budaya-budaya asing yang ada di dunia ini. Budaya-budaya inilah yang sering diserap oleh individu-individu dan melatarbelakangi tingkah lakunya sehari-hari dalam berinteraksi.

Pola Migrasi

Migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lainnya, baik secara domestik ataupun ke luar negeri. Bahkan ketika jaman penjajahan dulu telah dilakukan perpindahan penduduk/transmigrasi dengan tujuan penyebaran penduduk maupun sebagai tenaga kerja. Para tenaga kerja tersebut dipaksa harus bekerja rodi membuka lahan pertanian atau
perkebunan bahkan membuka jalan, seperti Anyer-Panarukan, jalan Lintas Sumatera, dan sebagainya.
Pernikahan campuran juga menyebabkan perpindahan tempat tinggal. Pasangan tersebut mengikuti daerah asal suami atau istri mereka atau di tempat yang baru sama sekali, yang akhirnya akan menurunkan keturunan mereka.
Karena itu, di hampir setiap kota besar di dunia kita dapat menjumpai orang-orang dari etnis atau bangsa lain. Kita bergaul, bekerja atau bersekolah dengan orang-orang yang berbeda dari kita. Pola migrasi ini yang menyebabkan kita mau tidak mau saling mengenal dan bergaul di
antara individu-individu. Kita selalu bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda bangsa atau budaya setiap harinya. Pengalaman sehari-hari inilah yang menyebabkan kita telah menjadi semakin memahami komunikasi antar budaya.

Kesejahteraan Politik

Salah satu jembatan emas dalam komunikasi antarbudaya adalah apa yang dinamakan kesejahteraan politik. Dalam era globalisasi dunia saat ini, kesejahteraan politik suatu negara sangat tergantung pada kondisi politik dan keamanan negara-negara lain. Kondisi dunia pasca serangan World Trade Centre (WTC) 11 September 2000 di Amerika Serikat adalah bukti
bagaimana stabilitas politik suatu negara seperti Afganistan dan Irak harus terkoyak oleh arogansi Amerika Serikat Sentimen Islam-non Islam dapat cepat merebak ke seluruh dunia,
setelah pihak Amerika Serikat menuduh gerakan fundamentalis Islam Al Qaedah pimpinan Osamah bin Laden sebagai otak serangan tersebut.
Akibatnya terjadi ketegangan yang luar biasa antara negara Barat dengan dunia Islam.
Demonstrasi anti Amerika Serikat dan sekutunya juga merebak di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Terutama hubungan diplomatik dan pemboikotan produk-produk Amerika Serikat yang santer disuarakan, sempat membuat panik pemerintah Indonesia. Penduduk Indonesia juga merasa tidak nyaman untuk saling berkomunikasi antar sesamanya apalagi dengan orang asing/bangsa lain. Karena itulah maka diperlukan komunikasi antarbudaya di antara manusia Indonesia.

Hambatan Komunikasi Antar Budaya

Sebenarnya kita harus memperhatikan secara khusus bahwa orang berbeda budaya akan berkomunikasi secara berbeda pula. Hal ini untuk menjaga agar interaksi yang terjalin tidak terhambat. Namun kenyataannya banyak manusia yang mengalami hambatan ketika mereka berkomunikasi antarbudaya.

Satu kesulitan adalah kecenderungan kita untuk melihat orang lain dan perilaku mereka melalui kacamata kultur kita sendiri, hal ini disebabkan karena etnosentrisme. Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk mengevaluasi nilai, kepercayaan, dan perilaku dalam kultur sendiri sebagai lebih baik, lebih logis dan lebih wajar ketimbang dalam kultur lain. Kita perlu
menyadari bahwa kita dan orang lain berbeda tetapi setara, tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi (DeVito, 1991). Misalnya, konflik yang terjadi antara etnis Dayak dan Madura di Kalimantan Barat. Masing-masing etnis menganggap bahwa etnisnya lah yang paling baik sementara etnis lain dianggap jelek atau buruk (etnosentrisme). Hal ini yang menyebabkan
konflik tersebut berkepanjangan dan sulit diselesaikan.
Kesulitan lainnya adalah apabila ia menganggap semua orang sama dengan anggota kelompok/etnisnya, hal ini biasa disebut stereotype.
Sebenarnya manusia adalah makhluk yang unik, dengan kata lain, manusia memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri. Maka, tidak semua perilaku komunikasi baik secara verbal maupun nonverbal mempunyai makna yang
sama dalam semua budaya.
Dalam berkomunikasi antarpribadi, orang haruslah memperhatikan budaya yang dimiliki individu tersebut. Dengan kata lain, DeVito (1991) mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya yang efektif umumnya dapat lebih diperkuat dengan memanfaatkan karakteristik-karakteristik yang menandai interaksi antarpribadi yang efektif, misalnya keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, kesetaraan, percaya diri, kedekatan, manajemen interaksi, daya ekspresi, dan berorientasi kepada lawan bicara.

Jadi, Setiap orang yang berkomunikasi antar budaya setidaknya bersikap terbuka terhadap perbedaan nilai, kepercayaan dan sikap;Menempatkan diri pada posisi lawan bicara yang berasal dari budaya yang berbeda; bersikap spontan dan deskriptif; mengkomunikasikan sikap positif;
menganggap berkomunikasi adalah kesetaraan, tetap percaya diri dan tenang dalam setiap situasi serta tidak sombong.

Dalam komunikasi antarbudaya kualitas kedekatan sangat penting agar memperkecil perbedaan; dan bersikap sensitif terhadap perbedaan ketika akan mengambil alih pembicaraan. Selain itu, isyaratkan empati dengan ekspresi wajah, gerak gerik yang penuh minat dan perhatian serta tanggapan yang mencerminkan pengertian (verbal dan nonverbal). Terakhir,
kita harus menyadari bahwa setiap orang punya andil dalam pembicaraan.
Dengan demikian, hambatan yang ada dalam komunikasi antar budaya
menjadi tiada.

Kesimpulan:

Allah SWT yang telah menciptakan manusia berpasang-pasangan dan bersuku-suku menurut jenisnya mengisyaratkan bahwa manusia itu hidup berkelompok sebagai mahluk sosial dan berkomunikasi dengan sesamanya. Karena itu, dalam berkomunikasi kita hendaklah membangun Jembatan Emas. Jembatan emas inilah yang menghubungkan kita dalam
berkomunikasi antar budaya. Kita harus memperhatikan secara khusus bahwa orang berbeda budaya akan berkomunikasi secara berbeda pula.
Setiap orang yang berkomunikasi antarbudaya setidaknya bersikap terbuka terhadap perbedaan nilai, kepercayaan dan sikap. Menempatkan diri pada posisi lawan bicara yang berasal dari budaya yang berbeda;bersikap spontan dan deskriptif; mengkomunikasikan sikap positif;menganggap berkomunikasi setara; tetap percaya diri dan tenang dalam setiap situasi, serta menghindari sikap etnosentrisme dan stereotype yang
berlebihan.
Suraya

Senin, 28 November 2011

Riwayat Pulau Sumatera-N.Venn Snelspersdrukkerij Insulinde

Tambo Raja-Raja Mandailing - Oleh Dja Endar Moeda


Adapoen jang dinamai Mandailing itoe, adalah terbahagi atas doea bahagian: pertama Groot Mandailing dan Patang Natal: kedoea Klein Mandailing Oeloe dan Pakantan. Djoega radja radja pada kedoea loehak itoe berbahagi atas doea soekoe; jaitoe, radja radja Mandailing Besar bersoekoe “Nasoetion”, (nasaktion): ertinja soekoe kiramat, di Mandailing ketjil ialah soekoe (Loebis), maka nama soekoe loebis itoe, jang diambilnja dari pada nama sesaorang orang Poelau Soeloe namanja Si Angin Boegis, klak akan datang bitjaranja.


Sekarang soedah 17 soendoet orang, telah laloe, adalah kedapatan diloehak Mandailing ini, doea radja yang termasjhoer; pertama Soetan Perampoen di Padang Garoegoer; kedoea Soetan Poeloengan di Oeta Bargot.

Alkesah terseboetlah soeatoe riwajat, pada soetoe hari, pergilah Soetan Poeloengan radja Oeta Bargot jang terseboet berboeroe roesa, dengan beberapa pengiringnja. Takdir Allah menjalaklah andjingnja, jang bernama Sampaga-Toea, maka bereboetlah segala pengiringnja mengedjar perboeroean itoe, tiba tiba dilihat merikaitoe kiranja saorang anak laki-laki jang disalak andjing itoe, terletak diatas batoe, jang diboengkoes dengan kain soetera pelangi, dibawah sepoehoen kajoe beringin. Maka anak itoepoen diambil oranglah dan dibawak kepada Soetan Poeloengan, selaloe dibawak poelang ke kampoeng dan diberikan kepada saorang boedak perampoean namanja Saoewa, maka dipiaranjalah anak itoe dengan sepertinja.

Kata setengah riwajat, sebab si Saoewa tiada mempoenjai ajer soesoe, maka di soesoekannjalah anak itoe kepada saekor ……. jang sedang menjoesoekan anaknja, tempat itoe di namai (baoeroar), sebab itoelah anak itoe dinamai Nabaoeroar, tetapi setengah riwajat Nabaoeroar itoe diambil dari pada nama saorang laki laki jang didjadikan pengasoehnja anak itoe, maka Nabaoeroarpoen semakin hari semakin besar.

Kata sehiboelhikajat, Soetan Poeloengan ada mempoenjai saorang anak laki laki jang sama besar dan seroepa dengan Nabaoeroar, baq pinang dibelah doea, sebab itoelah atjap kali orang kampoeng dan hamba hambanja, sesat memberi hormat dan memberi makan, oleh kerena itoelah mendatangkan tjimboeroe kepada Soetan Poeloengan dan isterinja.
Hatta pada soeatoe hari, waktoe Soetan Poeloengan hendak menegakkan astana, maka diparentahkanja, soepaja Nabaoeroar dijadikan alas tiang di bosoer (tiang toea) astana itoe, dan diberi bertanda dengan tjoreng sadah dikenang Nabaoeroar. Takdir Allah anak Soetan Poeloengan menjoreng keningnja poela dengan sadah, seperti tjoreng kening Nabaoeroar.

Setelah Si Saoewa mendengar chabar behasa Nabaoeroar akan didjadikan alas tiang toea astana, maka dengan segira dibawaknja lari anak itoe dan bersemboeni pada seboeah dangau sawah jang tinggal, jang soedah dipaloet oleh akar-akar. Djadi ditangkap oranglan anak Soetan Poeloengan sselaloe dialaskannjalah ke tapakan tiang astanah roemah gedang, hingga mati.

Waktoe hendak makan, riboetlah orang mentjahari anak Soetan Poeloengan itoe, maka tetekala ketahoean bahoea jang dialaskan itoe anak Soetan Poeloengan, maka orang tjarilah Nabaoeroar, tetekala merikaitoe sampai hampir dengau tadi, maka barboenilah boeroeng ketitiran diboeboengan dengan dangau itoe, djadi pada persangkaan orang itoe, tentoe tiada orang disitoe, bila beorang, njatalah ketitiran itoe, tiada berani hinggap di sitoe, maka kembalilah merikaitoe, sebab itoelah segala ketoeroenan Nabaoeroar marsabang (berpantang) makan boeroeng ketitiran, sampai kepada masa ini.
Sjahdan nabaoeroarpoen dibawak lari oleh si Saoewah ke seberang Aek Gadang (Batang Gadis) sehingga damai poroemahan itoe “parbagasan babiat soboeon”, itoelah tempat peroemahan astana Panjaboengan Tonga jang sekarang.Tjerita ini dipendekkan sahadja, kerena banjak dalamnja tjerita jang tiada kena oleh akal, apa lagi penoelis bermaksoed sekedar bergoena boeat taal-land-en volkenkunde sadja.

Di sitoelah Nabaoeroar di gelar Soetan di Aroe, dan meradjai doea kampoeng jang dinamai anak ni Dolok anak ni Lombang.Tempat itoelah pertengahan pada segenapo kampoeng jang berkoeliling disana, maka orang perboeatlah tempat itoe, tempat perdjoedian saboeng ajam, sebab itoelah tempat itoe orang namakan Panjaboengan sampai kepada masa sekarang. Lama kelamaan tempat itoe, mendjadi ramai, dan lagi Soetan di Aroe, sangat ditjinta oleh anak boeah, kerena boedinja sangat baik, dan amat ditakoeti orang, sebab persangkaan orang Soetan di Aroe anak dewa.

Soenggoehpoen Soetan Poeloengan soedah tahoe,bahasa Nabaoeroar ada di Panjaboengan, tetapi ia tiada berani lagi, hanja berdendam sahadja didalam hatinja.
Apakah sebab Nabaoeroar seroepa dengan anak Soetan Poeloengan itoe? Soenggoehpoen penoelis memaaloemi hal itoe, akan tetapoi beratlah rasanja akan menerangkan itoe, melainkan terseboet didalam tambo, Nabaoeroar anak dari Iskander Sjah. Itoelah laksana hikajat Toeankoe, Pagar Roejoeng, jang asalnja dari boeah kerambil nioer gading jang di pandjat oleh Salamat Pandjang Gombak; dimanakah nioer gading itoe sekarang?

Maka oleh kerena saktinjalah Nabaoeroar itoe, diseboet orang soekoe Nasoetion.
Adapoen Soetan di Aroe itoe, mempoenjai saorang anak jang amat berbahagia ialah Baginda Mengaradja Enda, Baginda inilah jang mengembangkan dan memasjhoerkan keradjaan Panjaboengan.

Masa Baginda inilah Soetan Perampoean Padang Garoegoer dialahkan perang. Adapoen perang ini asalnja, dari saorang boedak Baginda bernama ompoe ni Mangaroeng terboenoeh di Loemban Koeajan (Soeroematinggi Ankola Djae) oleh Radja Bengkas, soedara dari Soetan Perampoean.

Dalam perang ini, adalah 4 radja radja serikat melawan Baginda; jaitoe, Padang Garoegoer, Soetan Mendeda, Oeta Bargot, Radja Goemanti Porang, Pidoli Dolok, Radja Sordang Nagori, Pidoli Lombang, lagi dibantoe saorang panglima jang amat bernai, Baroeang sodang-dangon, namanja, orang dari Moera Tais Ankola Djae.Pada peperangan ini, menanglah Baginda Mengaradja Enda, oleh kerena Baroeang Sodangdangon, panglima jang terseboet di atas berchianat, dan djoega oleh kerena kegagahan saorang poetera Baginda jang bernama Soetan Koemala Sang Jang di Partoean Radja Oeta Siantar.

Adapoen Soetan Koemala Sang Jang di Pertoean orang seboet anak dewa djoea, kerena boroe loebis Roboeran Dolok isteri jang pertama dari Baginda Mangaradja Enda, soedah toea, tetapi beloem berpoetera. Dengan takdir Allah hamilah permisoeri itoe dengan tiada di samai oleh Baginda, hal ini mendatangkan tjimboeroean baginja.Pada soeatoe malam diintai oleh Baginda pada astanah permaisoeri itoe, maka terlihatlah oleh Baginda datang soeatoe tjahaja merahapi kepada permaisoeri itoelah jang djadi bapak oleh Sang Jang di Pertoean.

Alkesah waktoe poetoes waris radja di Loemban Sibagoeri, didjepoet oranglah Sang Jang di Pertoean mendjadi radja di Loemban Sibagoeri, maka diantarlah ia kesana dengan segala adat kebesaran, sebab itoelah Loemban Sibagoeri ditoekar nama dengan Oeta Siantar, sebab radjanja, jang diantar kesana. Masa itoelah Mandailing besar terbahagi atas doea bahagian 1e; Mandailing Djoeloe, 2e Mandailing Djae; segala jang taaloek kepada Sang Jang di Pertoean dinamai Mandailing Djoeloe dan segala jang taaloek kepada Baginda Maharadja Enda dinamai Mandailing Djae, dan diwataskan di Batoe Gondit dan Ajoeara sidjoembe Porang.

Waktoe perang Padang Garoegoer soedah selesai, maka tjerai berailah segala radja jang 4 serikat itoe. Soetan Perampoean dan anak soedaranja Radja Iro Rongit Sigongonan lari ke Aiti (Tamoese). Fihak Maharadja Tinaja tinggal di Mompang, itoelah ketoeroenannja Kepala Koeria Aek na Ngali jang sekarang. Radja Goemanti Porang dan Sordang Nagori lari ke Rao, ketoeroenan itoelah Toeankoe Laras Sontang dan Tjoebadak, dan Soetan Mandeda tinggal di Oeta Bargot djoega, sekarang soedah djadi djadjahan Penjaboengan.Adapoen kepada koeria Pidolo, Goenoeng Toea, Baringin, Maga, Moeara Sama dan Moeara Perlampoengan ialah ke toeroenan Soetan Koemala Sang Jang di Pertoean Oeta Siantar.

Adapoen sekalian radja radja (kepala boemi poetera) di keresidinan Tapanoeli jang teroetama sekali, banjak berboeat bakti kepada daulat Gouvernement, ialah radja radja Mandailing, sebab menoeloeng Gouvernement waktoe perang paderi, dan beberapa jang ternama di dalam perang Bondjol dan Rao, seperti regent Radja Gadoembang, jang di Pertoean kota Siantar, Gegar Tengah Hari Limo Manis, d. l. l., apa lagi sampai sekarang amat bersetia dan berchadamat kepada Gouvernement.

Sedjak keradjaan Baginda Mangradja Enda dan Sang Jang di Pertoean, sampai sekarang, termasjhoerlah tanah Mandailing sampai kemana mana, hingga orang Batak, jang pergi merantau kemana mana menjeboetkan jang ia orang Mandailing djoea, sebab pada negeri lain lain, orang beloem kenal.

Kata sahib berita, pada masa keradjaan Madjopahit ditanah Djawa, adalah saorang Nachoda, orang dari Poelau Soeloe bernama si Angin Boegis berlajar ke Tanah Djawa, maka menjaboenglah nachoda itoe disana. Dalam perdjoedian menjaboeng ajam ini, ia selaloe kalah, hingga habis hartanja, tetapi pada soeatoe hari dapat oleh si Angin Boegis toeah ajam poesakanja, jang dinamakan “Idjo bingkoeang poetih boetan toekang Madjopahit”. Adapoen sebab dinamainja toeah ajam itoe boeatan toekang Madjopahit, sebab pada koetika ajam itoe diboeboeh orang, kedapatanlah padanja didjaitkan orang Madjopahit, bidji sawi hitam. Maka ajam si Angin Boegis inipoen menang hingga kembali segala kekalahannja, sampai sekarang toeah ajam jang terseboeat, menjadi poesaka bagi ketoeroenannja ditanah Mandailing.

Maka si Angin Boegispoen kawinlah ditanah Djawa beroleh anak laki laki, Raden Patah namanja. Raden Patah inilah pergi berlajar ke Sumatra pesisir Barat dan mengadoe kerbau dengan radja Pagar Roejoeng, itoelah atsal nama Menang Kerbau.
Sesoedah Raden Patah kalah dari pada mengadoe kerbau itoe, maka berlajarlah ia meneodjoe sebelah oetara dan meninggalkan saorang anaknja di Moeara Sjngkoeang bernama Namora Pandai Besi. Namora Pandai Bosipoen moediklah ke hoeloe sampai ke Siondop jang sekarang, akan tetapi ia tiada tinggal disana, sebab disitoe soedah ada radja ketoeroenan Toean Tongga Magek Djabang dari Pariaman., Ranggar Laoet namanya, itoelah ketoeroenan Siondop dan Soeroematinggi Ankola.

Namora Pandai Bosi, singgah di Partihaman dekat Losoeng Batoe sekarang, dan ia mendjadi saorang doekoen jang sangat dihormati orang.Sjahdan pada soeatoe hari, adalah radja dari Pidjorkoling, mendapat penjakit keras sekali, maka dipanggillah Namora Pandai Bosi akan mengoebati radja itoe, setelah dioebatinja radja itoepoen semboehlah dari penjakitnja. Namora Pandai Bosi memintak djadi selimoet jang lebar, jaitoe sapotong tanah, itoelah Loboe Sitardas jang dekat Tolang sekarang. Maka Namora Pandai Bosi mendirikan kampoenglah disana dan mendjadi radja disitoe, lagi ia sangat pandai didalam pekerdjaan toekang besi, sampai sekarang masih banjak keris boetannja jang djadi poesaka bagi ketoeroenannja dan kepada orang lain djoega.

Kata Sahiboelhikajat, maka pada soeatoe hari, Namora Pandai Bosi pergi menjoempit boeroeng ke Ajoeara na bobar namanja, [sepoehoen kajoe baringin]. Maka Namora Pandai Bosi, menjoempitlah dari satoe tempat jang soedah diperboeatnja diatas dahan kajoe baringin itoe, maka banjaklah jang soedah djatoeh boeroeng jang di soempitnja itoe, laloe toeroenlah ia, tetapi saekorpoen tiada diperolehnja, djadi hairanlah ia memikiri hal itoe maka bersemboenilah ia laloe menjoempit poela, tetekala boeroeng itoe djatoeh, nampaklah padanja datang saorang perampoen mengambil boeroeng jang djatoeh kena soempit itoe. Setelah Namora Pandai Bosi, melihat perampoean itoe, maka toeroeanlah ia, laloe ditangkapnja perampoean itoe, hingga regang meregang, achirnja perempoean itoe membawa dia keroemah bapanja, dan iapoen kawinlah dengan perempoean itoe.

Kata setengah riwajat perampoean itoe anak Loeboe, kerena sekarang pada goenoeng barisan jang bersamboeng dengan goenoeng disitoe, terdapat beberapa Loeboe. Tetapi pada pendapat penoelis ini, boleh djadi dari anak oarng boenian, kerena sekarang adalah terdapat, jang diseboet orang kampoeng, orang siboeniandi Naboendong djalan ke Padang Lawas, bertentangan dengan kajoe baringin jang terseboet diatas. Sesoedahnja hamil perampoean itoe, Namora Pandai Bosipoen kembalilah ke kampoengnja.Setelah genap boelannja, dilahirlah anak Namora Pandai Bosi, kembar, jaitoe doea orang laki laki jang dinamai oleh maknya Si Baitang dan Si Langkitang.

Sesoedah Si Baitang dan Si Langkitan beroemoer 16 tahoen maknjapoen menjoeroeh merikaitoe mentjahari bapanja; maka pergilah merikaitoe mentjahari bapanja, Namora Pandai Bosi. Lama kelamaan sampailah merikaitoe di Loboe Sitardas, dimana kampoeng bapanja.

Maka maaloemlah bagaimana besar hati Namora Pandai Bosi waktoe ia tahoe, bahoea kedoea anak itoe anaknja.Adapoen Si Baitang dan Si Langkitang, tinggallah dengan bapanja, bekerja toekang besi. Oleh ketjakapan dan kepandaian kedoea anak itoe, maka tjimboeroeanlah isteri Namora Pandai Bosi jang toea, kerena pada sangkanja, tentoe anaknja nanti terbelakang dan Si Baitang serta Si Langkitang termoeka. Oleh sebab itoe, setiap hari ditjatjinja kedoea anak itoe dan dikatanja anak bintjatjak, anak bintjatjau, anak singiang ngiang rimbo, anak dapeq ditepi bandar.

Oleh kerena maki dan nista itoe, moefakatlah kedoea anak itoe akan pergi dari sana laloe pergilah merekaitoe minta idzin dari bapanja, dan bapanjapoen memberi idzin, dan memberikan tandoek kerbau moering dan saboeah soempitan; maka kedoea barang itoe, kiranja telah diisi oleh Namora Pandai Bosi dengan emas, soepanja bininja djangan tahoe ia memberikan emas itoe. Maka pergilah merikaitoe dan tinggal berladang diloear kampoeng, tiada begitoe djaoeh dari kampoeng itoe.

Waktoe Namora Pandai Bosi meninggal doenia datanglah Si Baitang dan Si Langkitang membawa saekor kerbau akan toeroet berkaboeng, dalam hal itoe, isteri Namora Pandai Bosi dan anak anaknja tiada memberi idzin merikaitoe masoek dikampoeng Sitardas, maka dipotongnja kerbau jang dibawa merikaitoe diloear kampoeng itoe, diikatnja dimana sapoehoen kajoe bangsa patai, jang poetjoeknja dihantakkan ketanah, sampai kini dahan kajoe itoe semoeanja mengadap kebawah, jang orang namai poehoen itoe “rampa simanoenggaling”.

Setelah selesai dari pada jang demikian itoe, maka pergilah merikaitoe mentjahari tempat, dimana ada bersoea moeara batang ajer jang bertentangan, kerena sepandjang oesiat bapanja Namora Pandai Bosi. Maka bersoealah merikaitoe dengan moeara batang ajer bertentangan di Kota Nopan, maka tinggallah merikaitoe disitoe mendirikan kampoeng, itoelah kampung jang dinamai Si Ngengoe.

Si Baitang tinggal di Si Ngengoe, itoelah ketoeroenan Kepada koeria Si Ngengoe, Tambangan dan Soeroematinggi, dan Si Langkitang pergi arah kemoedik, itoelah ketoeroenan kepala koeria Tamiang, Manambin, Pakantan Lambah dan Pakantan Boekit; demikianlah tambo kedoea ketoeroenan ini ditoelios dengan ringkas sahadja menoeroet karangan Radja Moelia.

Senin, 04 April 2011

Batak Menurut William Marsden (2)

TAPPANULI (TAPANULI)

Teluk Tapanuli yang ramai membentang ke pusat Tanah Batak, dan pantainya dimana-mana telah dihuni oleh manusia, berdagang barter untuk setiap keperluannya dari luar, tetapi mereka tidak melakukan sendiri pelayarannya ke laut. Kawasan yang dapat dilayari ini merupakan kekayaan alam teluk yang sangat menguntungkan dibanding kawasan lain di seantero bumi, sehingga semua pelaut dari seluruh dunia dapat mengunjunginya dengan sangat aman disetiap musim, bahwa cukup sulit untuk melepas jangkar karena ramainya sehingga kapal-kapal besarpun tersembunyi dan sulit terlihat dan sulit dicari bila tidak dengan cermat melihatnya.
Di pulau Punchong kechil, dimana kami tinggal (membuat pemukiman), menjadi memudahkan untuk menambat kapal pada pohon yang tumbuh di pantai. Balok kayu untuk tiang kapal dan balok layar dapat dibeli di banyak tempat di pinggiran pantai dengan fasilitas yang sangat baik. Keadaannya kurang menyenangkan dalam hal jalur umum untuk hubungan perkapalan timbal balik, dan jaraknya yang jauh dari basis utama kita di India sebagai pertimbangannya, masih belum banyak dimanfaatkan untuk angkatan laut besar; tetapi pada saat yang bersamaan pemerintahan kita harus berhatihati terhadap bahaya yang mungkin muncul dari kekuatan angkatan laut lain yang akan tersinggung bila menguasai kawasan ini.
Pribumi umumnya tidak bersifat menyerang, dan hanya memberikan sedikit gangguan terhadap pendudukan kita; tetapi kelompok pedagang orang Aceh (tanpa persetujuan atau pemberitahuan, karena ada alasan yang dapat diyakini, akan muncul dari pemerintahan mereka), cemburu atas penguasaan dagang kita, mereka akan melakukan perjuangan yang panjang untuk mengusir kita dari teluk itu dengan pemaksaan bersenjata, dan kita ada dalam keadaan siap dengan senjata perang yang baik yang cukup untuk tahunan demi mengamankan penguasaan secara perlahan dan halus.
Di tahun 1760 Tappanuli dikuasai oleh skwadron kapal Prancis dibawah perintah Comte d’Esting; dan di bulan Okrober 1809, menjadi hampir tanpa pertahanan, namun kemudian dikuasai oleh Creole French Frigate, oleh Kapten Ripaud, yang kemudian bergabung dengan kapal perang Venus dan kapal perang La Manche, dibawah komando Commodore Hemelin. Dengan syarat-syarat untuk menyerah, harta pribadi harus diamankan, tetapi dalam beberapa hari, setelah jaminan yang sangat bersahabat diberikan kepada residen yang sedang menjabat, ditempat mana tentara Prancis juga tinggal, kesepakatan ini dilanggar paksa atas kepura-puraan sakit sehingga sejumlah emas telah disembunyikan, dan semua yang dimiliki oleh orang-orang Inggris, termasuk milik pribumi yang menjadi sahabat, dirampas dan dibakar, secara kejam dalam kebrutalan yang biadab. Rumah taman milik pimpinan (Mr. Prince, yang pernah menjabat Tappanuli) di Batu-buru seluruhnya dibakar, termasuk kuda-kudanya, dan ternaknya ditembak dan dicederai. Bahkan buku catatan, berisi catatan-catatan hutang dalam perdagangan di tempat itu, termasuk perjanjian, dihancurkan sehingga samasekali tak terpakai lagi tetapi musuh menjadi tidak mendapat keuntungan dari catatan itu, tetap terjaga oleh para penderita yang malang. Tidak dapat dibayangkan bahwa pemerintahan dari sebuah kerajaan yang besar dan agung memberikan hukumannya dengan cara tak terhormat dalam sebuah perang.
Di dalam Philosophical Transactio (Perjanjian Taktertulis, red.) selama tahun 1778 adalah sejarah singkat bagi Tanah Batak dan perilaku penduduknya, dikemukakan dari surat pribadi Mr. Charles Miller, seorang ahli tumbuh-tumbuhan Perusahaan, dimana pengamatannya yang saya miliki telah mengulangi kejadian untuk dikenang. Saya sekarang ini harus mengatakannya kepada pembaca pokok-pokok dari sebuah laporan yang dibuat olehnya dalam sebuah perjalanan yang dilakukan bersama-sama Mr. Giles Holloway, yang kemudian menjadi Residen Tappanuli, sampai ke pedalaman Tanah Batak yang sedang kita bicarakan ini, dengan sebuah pandangan untuk mendalami hasilnya, khususnya cassia (kayu-manis, red.), yang pada saat itu dianggap untuk membuktikan bahan perdagangan yang layak untuk diberi perhatian.

Mr. Miller bercerita:

Sebelum kami menetapkan perjalanan ini, kami menanyai orang-orang yang dulunya pernah berhubungan dengan perdagangan kayu manis (kulit manis) ke tempat yang paling tepat untuk dikunjungi. Mereka menginformasikan kepada kami bahwa pohon-pohon itu dapat ditemukan di dua kawasan; yaitu disebagian daratan arah utara dari perkampungan tua di Tapanuli; dan juga di negri Padambola (Padang Bolak, red.), yang terletak antara 50 sampai 60 mil jauh ke arah selatan. Mereka menganjurkan kami lebih baik pergi ke negri Padambola, walaupun agak jauh, dengan pertimbangan bahwa penduduk negri Tappanuli (sebagaimana mereka sebutkan) lebih sering melakukan gangguan kepada pendatang (orang asing). Mereka juga mengatakan kepada saya bahwa ada dua jenis kulit manis, satu diantaranya, menurut penjelasan mereka, diharapkan dapat terbukti bahwa benar-benar sebagai pohon kulit manis.
Pada tanggal 21 Juni 1772, kami berangkat dari Pulo Punchong dan berangkat dengan menggunakan sampan ke arah quallo (kuala, red.) sungai Pinang Suri (Pinang Sori, red.), dimana teluknya kira-kira 10 atau 12 mil arah tenggara Punchong. Besok paginya kami menyusuri sungai kearah atas dengan menggunakan sampan, dan kira-kira 6 jam tiba disebuah tempat bernama Quallo Lumut (Kuala Lumut, red.). Seluruh daratan di arah dua sisi sungai adalah dataran rendah, yang ditumbuhi pohon-pohon dan tidak berpenduduk. Di hutan ini saya mengamati adanya pohon kapur barus, dua jenis kayu jati, meranti, rangi, dan beberapa jenis kayu lainnya.
Sekitar seperempat mil dari sana, di arah berlawanan dari sisi sungai terdapat kampung Batak, yang berlokasi diatas bebukitan dan puncak gunung yang sangat indah, yang mencuat berbentuk pyramidal, ditengah-tengah padang rumput kecil. Raja dari kampung ini, yang diberitahukan oleh orang Melayu dimana kami berada dirumahnya, datang mengunjungi kami, dan mengundang kami untuk berkunjung kerumahnya, lalu kami diterima dengan sebuah sambutan yang besar, dan disambut penghormatan dengan kira-kira 30 tembakan. Kampung ini terdiri dari kira-kira 8 atau 10 unit rumah, yang juga terdapat padi house (rumah lumbung, red.).
Kampung itu mempunyai pertahanan yang kuat dengan pagar berlapis terbuat dari papan kasar dari pohon kapur barus, yang ditancapkan dalam kedalam tanah dan sekitar 8 atau 9 kaki (2,5 – 3 m) tingginya di atas tanah. Pagar-pagar ini kira-kira 12 kaki (4 m) berjajar,
dan diantara pagar tersebut digunakan untuk menambat kerbau pada malam hari. Di sisi luar pagar ini ditanami mereka dengan sejenis bambu berduri, yang hampir tak dapat ditembus denga ketebalan dari 12 sampai 20 kaki (4-7 m) tebalnya. Di Sapiyau atau dimana raja menerima tamu asing kami melihat tengkorak kepala manusia bergelantungan, menurut yang diceritakannya bahwa digantungkan disana adalah sebagai tropi, tengkorak itu adalah tengkorak musuh yang mereka tawan, dimana tubuhnya (berdasarkan adat Batak-nya), mereka telah memakannya kira-kira dua bulan yang lalu.
Pada tanggal 23 Juni 1772, kami berjalan melalui daerah berhutan datar ke kampung Lumut, dan hari berikutnya ke Satarong, dimana saya amati beberapa perkebunan pohon kemenyan, kapas, pohon biru, kunyit, tembakau, merica. Kemudian kami berlanjut ke Tappolen, ke Sikia, dan ke Sapisang (Sipisang, red.). Yang terakhir ini berlokasi di tebing sungai Batang-tara (Batang Toru, red.), tiga atau empat hari perjalanan dari laut; sehingga perjalanan kami hampir sejajar dengan pantai.

Tanggal 1 Juli 1772, kami meninggalkan Sapisang dan mengambil arah ke pebukitan, mengikuti jalur Batang-tara. Kami berjalan sepanjang hari melalui daerah dataran rendah, berhutan, dan daerahnya belum terjamah, dan sepertinya tak ada yang masuk dalam observasi. Penunjuk jalan kami telah mengarahkan untuk sampai disebuah kampung, bernama Lumbu; tetapi salah jalan yang seharusnya menyusuri sungai antara empat atau lima mil (7-8 km), dan setelah waktu agak lama tibalah di sebuah ladang sudah sangat melelahkan; dimana buruknya cuaca memaksa kami untuk berhenti dan beristirahat seperempat jam di sebuah pondok terbuka ditengah sawah.
Hari berikutnya, sungai terlihat banjir setelah hujan deras sehari sebelumnya sehingga kami tidak dapat melanjutkan perjalanan kami, dan bermaksud untuk melewatkan saja malam itu dalam keadaan yang tidak menyenangkan. (Saat ini adalah pertengahan musim kering di bagian selatan pulau.)
Pada tanggal 3 Juli 1772, Kami meninggalkan ladang dan berjalan melalui jalur yang jarang dilalui dan tak berpenghuni, penuh dengan bebatuan dan berhutan belantara. Hari ini kami menyeberangi tebing yang sangat curam dan bukit yang tinggi, dan pada sore harinya tiba disebuah negri yang berpenghuni dan persawahan yang diusahai dengan baik dan pada ujungnya yang tanahnya datar disebut Ancola (Angkola, red.). Kami tidur semalaman disebuah gubuk ladang terbuka, dan besoknya melanjutkan perjalanan menuju sebuah kampung yang disebut Koto Lambong (Huta Lambung, red.).
Pada tanggal 5 Juli 1772, berjalan melalui sebuah negri yang lebih terbuka dan sangat menyenangkan yaitu Terimbaru (Huta Imbaru, red.), sebuah kampung besar disebelah ujung selatan dataran Ancola. Daerah ini samasekali tak berhutan dan dibajak serta ditanami padi dan jagung, atau ditanami untuk makanan kerbau dan kuda. Raja telah diberitahukan tentang keinginan kami untuk datang ke sana, dan raja itu mengirim anaknya yang dikawal oleh sekitar 30 atau 40 orang diperlengkapi dengan senjata seperti pedang dan senjata lantak, mereka menemui kami dan mengawal kami sampai ke kampungnya, disambut dengan pukulan gong, dan menembakkan senjatanya sepanjang jalan.
Raja menerima kami dengan penyambutan yang hebat, dan memerintahkan untuk menyembelih seekor kerbau, menahan kami sehari, dan sewaktu kami mau melanjutkan perjalanan, raja menyertakan anaknya dan sejumlah orang untuk mengawal kami. Saya mengamati bahwa semua wanita yang belum kawin memakai banyak sejenis cincin ditelinganya (ada yang berjumlah 50 cincin pada sebelah telinganya), dari keadaannya, sama seperti suasana negeri itu kelihatannya menunjukkan kaya denga kandungan mineral; tetapi sewaktu tanya sanasini diketahui bahwa timah itu dibawa dari Selat Malaka.
Setelah memberikan cendramata sebagai hadiah kepada raja maka kami meninggalkan Terimbaru pada tanggal 7 Juli 1772 dan melanjutkan perjalanan ke Samasam (Simasom, red.), dimana raja ditempat itu dikawal oleh sekitar 60 atau 70 pengawal yang diperlengkapi dengan senjata lengkap menjumpai kami dan mengawal kami sampai dikampungnya, dimana sudah dipersiapkan sebuah rumah untuk menerima kami, memperlakukan kami dengan penuh hormat dan keramahan.
Negeri sekeliling Samasam penuh berbukitan tetapi tidak banyak pepohonan, dan kebanyakan ditumbuhi rerumputan untuk ternak merumput, oleh karenanya mereka memiliki banyak ternak. Tidak banyak yang mengagumkan saya temukan disini kecuali satu jenis bumbu yang mereka sebut Andalimon andaliman, red), dimana bijinya dan daunnya rasanya sangat spicy taste (menyengat, red.), dan selalu digunakan untuk jenis masakan kari.
Pada tanggal 10 Juli 1772, melanjutkan perjalanan kami ke Batang Onan, dimana biasanya orang Melayu membeli kulit manis dari orang Batak. Setelah kira-kita 3 jam perjalanan melalui negeri yang berbukit terbuka, kemudian kami masuk kedalam hutan lebat, dimana kami bermaksud bermalam disitu. Besok paginya kami menyeberangi lagi tebing curam dari sebuah bukit yang tinggi dan dipenuhi hutan lebat. Disini kami menemukan pohon kemenyan liar. Pohonnya tumbuh jauh lebih besar dari pohon yang diperkebunkan, dan menghasilkan jenis dammar yang disebut keminian dulong atau kemenyan manis (sweet scented benzoin). Perbedaannya biasanya lebih lengket, dan aromanya mirip biji almon yang digerus.
Tiba di Batang Onan disore hari. Kampung ini berada di dataran sangat luas ditepian sungai besar yang langsung menuju selat Malaka, dan disebutkan dapat dilayari sekitar satu hari perjalanan dari Batang Onan.

Pohon Kayu Manis

(Lanjutan Cerita Perjalanan Mr. Miller)

Abstrak:
Pohon Kayu Manis atau Kulit Manis disebut juga sebagai Cassiavera atau bahasa latinnya disebut Cinnamomum verum, synonym C. zeylanicum. Kayu Manis ini diberitakan sudah dikenal oleh Bangsa Mesir Kuno sekitar 5000 tahun lalu dan banyak juga disebutkan dalam Kitab Perjanjian Lama. Sebagai contoh ayat-ayat berikut:
Karena omelan Bangsa Israel maka Musa berdoa: “Musa berseru-seru kepada TUHAN, dan TUHAN menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis. Di sanalah diberikan TUHAN ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan kepada mereka dan di sanalah TUHAN mencoba mereka,” (Keluaran 15:25 TB).
Perintah Tuhan kepada Nabi Musa: “Ambillah rempah-rempah pilihan, mur tetesan lima ratus syikal, dan kayu manis yang harum setengah dari itu, yakni dua ratus lima puluh syikal, dan tebu yang baik dua ratus lima puluh syikal,” (Keluaran 30:23-TB)
Perkataan seorang cewek perayu: “Tempat tidurku telah kututupi dengan seperei beraneka warna dari Mesir, dan sudah kuharumkan dengan wangi-wangian mur, cendana dan kayu manis.” (Amsal 7:16-17 BIS)
Nyanyian cinta Sulaiman: Disana tumbuh pohon-pohon delima, dengan buah-buah yang paling lezat. Bunga pacar dan narwatsu, narwatsu dan kunyit, kayu manis dan tebu, dengan macam-macam rempah pilihan. (Kidung Agung 4: 13-14, BIS)
Terbukti bahwa kayu manis sejak zaman Nabi Musa dan Raja Sulaiman sudah menjadi komoditi berharga. Mengapa Bangsa Eropah (Inggris dan Belanda) mencarinya ke Tanah Batak abad-18? Sudah barang tentu pohon ini sebagai tumbuhan endemik Tanah Batak, walaupun orang-orang menyebutkannya berasal dari Sri Lanka. Oleh karena itu catatan ini menjadi satu bukti bahwa Bangsa Batak memang sudah eksis sejak zaman purba berhubungan dengan dunia luar.
Berikut adalah lanjutan Perjalanan Mr. Miller ke Tanah Batak yang dikutip dari History of Sumatra oleh William Marsden.

KAYU MANIS

Tanggal 11 Juli 1772. Berangkat ke Panka-dulut, raja yang mengaku memiliki lahan pohon Kayu Manis (cassia-trees), dan orang-orangnya biasanya memotong dan mengupas kulit kayunya dan mengirimnya ke tempat yang disebutkan sebelumnya (Batang Onan). Pohon Kayu Manis yang terdekat letaknya kira-kira 2 jam perjalanan (jalan kaki) dari Panka-dulut di pegunungan dataran tinggi. Pohon itu tumbuh setinggi 40 – 60 kaki (12 – 20 m) tingginya, dan bercabang rimbun. Pohon Kayu Manis ini bukan di budidayakan tetapi dibiarkan tumbuh sendiri di hutan. Kulitnya biasanya diambil dari batang pohon yang berdiameter 1 atau 1½ kaki (30 – 50 cm); kulitnya menjadi agak tipis bila pohonnya dipanen semasih muda, sehingga akan menurunkan kualitasnya.
Disini saya membutuhkan jenis Kayu Manis yang berbeda yang telah diebutkan sebelumnya, tetapi sekarang diberitahukan bahwa hanya ada satu jenis, dan perbedaan yang mereka sebutkan itu bisa ada karena perbedaan tanah dimana pohon itu tumbuh, bahwa yang tumbuh di tanah kering bebatuan pohonnya berwarna kemerahan, dan kulitnya memiliki kualitas super dibanding yang tumbuh di tanah liat lembab dan pohonnya cenderung berwarna kehijauan. Saya juga berusaha mendapatkan informasi bagaimana cara mereka mengupas dan memproses kulit manis, dan menyampaikan kepada mereka niat saya untuk mencoba beberapa eksperimen untuk meningkatkan kualitas dan menjadikannya lebih berharga.
Mereka mengatakan belum ada yang dipanen dalam dua tahun belakangan ini, sehingga terhenti jual-belinya di Tapanuli; dan jika saya datang dengan suatu kewenangan untuk membuka perdagangannya, saya harus memanggil orang-orang sekitar kampung untuk berkumpul bersama membicarakannya, menyembelih kerbau untuk mereka, dan meyakinkan mereka semua bahwa Kayu Manis akan ditampung lagi; dalam hal ini mereka akan segera memulai panen dan memproduksinya, dan dengan rela mengikuti semua perintah yang saya berikan kepada mereka; tetapi sebaliknya mereka bisa saja tak mematuhinya.
Saya melihat bahwa saya dihambat mendapatkan informasi yang memuaskan sebagaimana saya harapkan karena kelakuan licik orang yang menemani kami sebagai penunjuk jalan, karena dia mengetahui seluk beluk negri itu, dan tentang Pohon Kayu Manis, dimana dia sebelumnya adalah orang yang mengatur perdagangannya, Kami kira kami beralasan berharap atas semua yang kami inginkan seperti bantuan dan informasi, tetapi bukan hanya menolak memberikannya, tetapi mencegah kami sebisa mungkin mendapatkan keterangan dari orang-orang negri itu.
Tanggal 14 Juli 1772, kami meninggalkan Batang Onan untuk kembali pulang, singgah semalaman disebuah kampung bernama Koto Moran untuk bermalam, dan malam berikutnya kami sampai di Sa-masam (Simasom, red.) tempat dimana kami sebelumnya menempuh jalur jalan yang berbeda dari jalan kami menuju ke Si-pisang; dimana kami mengadakan sampan, dan kembali menyusuri sungai Batang-tara menuju ke laut. Tanggal 22 Juli 1772 kami kembali ke Pulo Punchong.

Akhir Dari Catatan Mr. Miller.

Sudah sejak awal difahami bahwa mereka salah pengertian, dan membawa jalan yang berputar-putar untuk menghindari kampung tertentu dalam mempertimbangkan jalan pulang ke Tapanuli, atau mungkin karena alasan lain. Dekat dengan tempat berikutnya, di jalan utama, Mr. John Marsden, yang menyusuri jalan menuju tempat penguburan salah satu pimpinan mereka, mengamati dua buah monument batu berusia tua, yang satu berbentuk seorang laki-laki, yang satu lagi seorang laki-laki sedang menunggang gajah, terlihat cukup bagus dilakukan, bahkan tak satupun diantara mereka sekarang ini mampu lakukan seperti itu. Ciri tersebut sangat kuat tentang Batak.
Pemukiman kami di Natal (sebenarnya Natar), beberapa mil arah selatan sungai besar di Tabuyong, dan berbatasan dengan Tanah Batak, yang membentang dibelakangnya, adalah sebuah tempat yang ramai perdagangan, tetapi diperuntukkan bukan karena terjadi alami atau kepentingan politik. Tempat itu dihuni oleh penduduknya untuk tujuan perdagangan yang datang dari negri Achin, Rau, dan Menangkabau (Aceh, Rao, dan Minangkabau, red.), yang memakmurkan penduduk dan kaya. Emas dengan kualitas sangat tinggi diproduksi disini (beberapa penambangannya berjarak sekitar 10 mil dari pabriknya), dan ada transaksi dagang untuk barang-barang impor, sebagai penggantinya adalah kapur barus yang sangat mudah pembuatannya.
Sama seperti kota-kota di daerah Melayu lainnya, mereka diperintah oleh datu-datu sebagai pimpinan bergelar datu besar (datu bolon, red.) atau hakim kepala yang tidak menetap; dan walaupun pengaruh perusahaan dagang disini sangat kuat kuasanya bukan berarti berdiri kokoh sebagaimana di kawasan-rempah2 di bagian selatan yang memiliki sejumlah pegawai, memiliki harta kekayaan mereka, dan berbentuk perusahaan, bersemangat mandiri. Boleh dikatakan bahwa mereka lebih mengarah kepada menjalankan menejemen perusahaan dan mendapat dukungan daripada memerintah. Mereka menganggap orang Inggris bermanfaat sebagai penengah antara mereka dan lawan dagangnya, yang tak jarang menjurus kepada perang, walaupun dalam bentuk unjuk kekuatan, dan sebagai alasan kehadiran orang-orang kami (Inggris) berada diantara mereka.
Di awal periode proteksi kami melindungi adalah menyenangkan mereka melawan orang-orang yang melakukan kecurangan, seperti yang mereka tuduhkan pada Belanda, yang memulai masalah dan mengakui mereka cemburu. Melalui artikel Perjanjian Paris di tahun 1763 pernyataan claim ini dijelaskan bahwa mereka menghormati dua kekuatan Eropah ini, dan kependudukan Natal dan Tapanuli secara jelas harus dikembalikan kepada Inggris. Mereka kenyataannya telah diduduki kembali. bahkan telah memiliki hak atas apa yang dikemukakan dari keinginan dan persetujuan oleh raja-raja setempat.
[Catatan kaki sebelumnya: Setelah pendirian kembali pabrik di tahun 1762 residen menuduh Datu besar (Datu Bolon, red.), dengan sikap marah besar. Sejumlah mayat selalu terlihat mengambang dihilir sungai, dan mengajukan kerjasamanya untuk mencegah pembunuhan di negri itu, oleh karena kekacauan terjadi di daerah itu selama penanganan sementara dari pengaruh Perusahaan. “Saya tak dapat menyetujui apapun alasannya untuk pendirian pabrik itu” kata Datu itu: “Saya mendapat bagian dari pembunuhan-pembunuhan ini dengan keuntungan duapuluh dollar untuk setiap kepala bila keluarga-keluarga itu menuntut.” Satu kompensasi sebesar 30 dollar per bulan ditawarkan kepadanya, walaupun hal ini berat untuk diberikan padanya, melihat bahwa dia adalah pihak yang kalah, sebagaimana dalam kasus ini setidaknya tiga orang setiap bulan. Dilain waktu, sewaktu residen mencoba untuk menerapkan peraturan untuk dilaksanakan, dia (Datu,red..) mengatakan, “kami tiadah suka begito, orang kaya!”, dan mengangkat tangan kanannya sebagai tanda kepada bawahannya untuk menyerang apabila yang dia usulkan tidak dipenuhi. Tahun-tahun berikutnya sikap dan sifat untuk kepentingan bersama telah melunakkan hati mereka menjadi lebih akomodatif.]

(Buku History of Sumatra karangan William Marsden)
Bersambung —— 3

Batak Menurut William Marsden (1)

Buku History of Sumatra karangan William Marsden yang diterbitkan pada tahun 1811 sebenarnya sudah ada yang diterjemahkan oleh Remaja Rosdakarya di tahun 1999 dan oleh Komunitas Bambu pada tahun 2008.
Apabila anda belum memiliki buku-buku tersebut, maka Batakone mencoba untuk menerbitkan beberapa posting berserial khususnya untuk Bab-20 tentang Batak. Postingan ini tidak diambil dari dua buku terjemahan yang disebutkan di atas tetapi langsung dari teks bahasa Inggris koleksi Universitas Michigan yang dicetak oleh pengarang J. McCreery, dan diterjemahkan secara bebas. Apabila ada interpretasi yang berbeda dengan buku terjemahannya harap dimaklumi.

PENGANTAR

The History of Sumatra adalah sebuah buku yang diterbitkan tahun 1810 oleh penulisnya William Marsden (1754 – 1836). Bukunya edisi-2 diterbitkan pada tahun 1784 sebanyak 373 halaman, dan Edisi-3 – pada tahun 1811 sebanyak 479 halaman berasal dari buku asli koleksi Universitas Michigan yang dicetak oleh pengarang J. McCreery dan dipasarkan oleh Longman, Hurst, Rees, Orme, dan Brown di tahun 1811.
Buku The History of Sumatra berisi tentang pemerintahan, hokum, adat istiadat, karakter dasar penduduk pribumi, serta penjelasan tentang hasil-hasil bumi, dan hubungan antar pemerintahan kerajaan di Pulau Sumatra.
William Marsden yang lahir tanggal 16 Nopember 1754 dan meninggal tanggal 6 Oktober 1836 merupakan pionir dalam studi tentang Indonesia dan Sumatra secara umum dan khususnya Bangsa Batak. William Marsden juga sebagai seorang ahli di bidang studi bangsa-bangsa di timur, termasuk sebagai ahli dibidang studi bahasa-bahasa asli, dan sebagai kolektor koin-koin kuno.
William Marsden adalah anak seorang pedagang dari Dublin. Dia diangkat sebagai pelayan umum disebuah Perusahaan India Timur pada usia 16 tahun dan dikirim ke Bengkulu pada tahun 1771. Kemudian William Marsden diangkat menjadi Sekretaris Utama Pemerintah karena memahami bahasa melayu termasuk pengetahuannya tentang negri Sumatra. Sekembalinya ke London di tahun 1779, dia menulis History of Sumatra (Sejarah Sumatra).
Buku Sejarah Sumatra terdiri dari 23 bab dimana pada Bab-20 khusus menceritakan tentang BATAK. Pada Buku Sejarah Sumatra ini, William Marsden menulis 17 sub-bab mengenai BATAK yang berisi tentang: Negri Batak, Teluk Tapanuli, Perjalanan ke Pedalaman, Kayu Manis (Cassia Trees), Pemerintahan, Tentara, Peralatan Perang, Perdagangan, Dewa-dewa, Makanan, Sifat-sifat, Bahasa, Tulisan, Agama, Acara Penguburan, Kriminal, Kebudayaan yang Luarbiasa.

B A T A K

Satu diantara penduduk pulau yang dapat disebutkan sangat berbeda, dan dengan segala hormat disebutkan secara tegas sebagai orang asli Sumatra, adalah Bangsa Batak (Battas), yang sangat jauh berbeda dari penduduk lainnya, dari segi adat istiadat dan kebiasaannya yang sangat luarbiasa, dan khususnya dalam beberapa penerapannya yang diluar dari kebiasaan, sehingga harus dibuat perhatian khusus untuk menjabarkannya.

LETAK NEGRI BATAK (TANO BATAK)

Negri Batak dibatasi sebelah utara berbatasan dengan Aceh, yang dibatasi oleh Gunung Papa dan Gunung Deira, dan disebelah selatan dibatasi oleh kawasan bebas yang disebut Rau atau Rawa (Daerah Rao sekarang, red.); memanjang sepanjang pantai laut disebelah barat dari mulai sungai Singkel (Singkil, red.) sampai ke Tabuyong, dan didaratannya, berbatasan dengan Ayer Bangis (Air Bangis, red.), dan secara umum berbatasan sepanjang pulau, yang menyempit disekitar kawasan itu, sampai ke pantai bagian timur, kira-kira lebih kurang sampai ke batasan kekuasaan Melayu dan Aceh dibagian daerah maritimnya, sebagai kekuasaan komersial. Kawasan Tanah Batak sangat padat penduduknya, terutama di kawasan pusat, dimana terdapat dataran terbuka dan masih perawan, di perbatasannya (sebagaimana disebutkan) terdapat sebuah danau yang sangat besar, tanahnya subur, dan pertaniannya jauh lebih maju daripada di daerah negri bagian selatan, yang masih ditutupi oleh hutan lebat, dimana terlihat pohon-pohon kosong kecuali pohon-pohon yang ditanami oleh penduduk disekitar kampung, kecuali disepanjang tebing sungai masih tumbuh lebat, tetapi dimanapun terlihat suasana yang kuat menggambarkan keberadaan daerah itu. Jumlah air kelihatan tidak begitu melimpah dibanding kawasan bagian selatan, yang boleh dikatakan berada agak lebih rendah, di bukit barisan yang memanjang kearah utara dari mulai Selat Sunda sampai daerah pedalaman pulau, yang berukuran luas sampai berakhir di Gunung Passumah (Pasamah, red.) atau Gunung Ophir (Pusuk Buhit, red.). Disekitar Teluk Tappanuli (Tapanuli, red.) dataran tingginya berhutan lebat sampai ke dekat pantai.

Resitasi Sub-Bab LETAK NEGRI BATAK:

William Marsden menyebutkan bahwa Bangsa Batak adalah yang paling pantas disebut sebagai penduduk asli Pulau Sumatra.
Bangsa Batak sangat jauh berbeda dengan penduduk dari segi adat istiadat dan kebiasaannya yang sangat luarbiasa sehingga harus dibuat perhatian khusus untuk menjabarkannya.
William Marsden menggambarkan bahwa Letak Negri Batak adalah sepenuhnya Sumatra Utara Sekarang, yang berbatasan dengan Propinsi Sumatra Barat dan daratan sampai
ke Propinsi Riau dan disebelah baratnya di Singkil dan Air Bangis berbatasan dengan Propinsi Nangro Aceh.
William Marsden juga menggambarkan bahwa di Pusat Tanah Batak (Silindung dan Toba, red.) sudah sangat padat penduduknya yang dikatakan dekat dengan danau yang sangat besar (Danau Toba, red.).
Pertanian di Pusat Tanah Batak (Toba, Silindung, red.) sudah sangat baju dan semua dataran terpakai untuk pertanian tetapi pohon-pohon besar sudah agak kosong kecuali disekitar perkampungan.
Di bagian selatan Tanah Batak disebutkan masih banyak hutan lebat, tetapi jumlah air masih lebih melimpah di daerah selatan karena tanahnya lebih rendah.
Tanah Batak pedalaman disebutkan terletak di Bukit Barisan yang memanjang dari mulai Selat Sunda sampai berakhir di Gunung Passumah atau Gunung Ophir.

Catatan:
Gunung Ophir adalah suatu tempat yang masih menjadi misteri. Sejak dikemukakan oleh Plato di abad-4&5, banyak kalangan yang meneliti dimana keberadaan Gunung Ophir. William Marsden menyebutkan bahwa Gunung Ophir adalah Gunung Passumah. Dari berbagai alas an argumentative, penulis lebih mengakui bahwa Gunung Ophir adalah Gunung Pusuk Buhit.
Kisah-kisah di Alkitab menyebutkan bahwa Raja Salomo (Sulaiman, red.) mendapatkan emas, perak, Kayu Cendana, batu mulia, gading gajah, monyet, merak, dikirim dari sebuah pelabuhan yang ada di Negri Ophir (Ofir) sekali dalam tiga tahun.
Dalam Kitab Kejadian-6,10 disebutkan bahwa Ofir adalah anak dari Joktan keturunan Sem. Dan mengenai barang-barang yang pesan Raja Sulaiman yang berasal dari Negri Ophir ada dalam Kitab 1-Raja-raja-9-10-22, 1-Tawarikh-29, 2-Tawarikh-8, Ayub-22-28, Mazmur-45, Yesaya-13:
Kejadian:-6: (Allah memerintahkan Nuh untuk membuat kapal terbuat dari kayu gofir)
Kejadian-10: (Setelah peristiwa Air-bah Nuh berketurunan dan salah satu bangsa keturunannya pada generasi ke-7 adalah Ofir, dimana mereka bermukim meluas dari Mesa dan Sefar yaitu daerah pegunungan di sebelah timur.)
1 Raja-raja-9-10: (Raja Salomo ‘Sulaiman, red.’ Sewaktu mendirikan rumah Tuhan dengan kerja paksa, juga mengirimkan kapal-kapalnya berlayar ke negri Ofir untuk mengambil 14.000 kg emas,termasuk yang diangkut oleh kapal Hiram sejumlah 4.000 kg dan setiap tahun menerima hampir 23.000 kg emas yang berasal dari Ofir). Riwayat yang sama diceritakan juga dalam kitab 1 Tawarikh dan 2 Tawarikh
Ayub-22 + 28: (Percakapan antara Elifas dan Ayub dan Sofar, yang menyinggung emas dari Ofir yang sangat bermutu tinggi).
Mazmur-45: (tentang nyanyian kaum Korah yang mengkisahkan tentang pakaian yang harum berbau Mur, Gaharu, Cendana, dan berlapis emas yang didatangkan dari Ofir.)
Yesaya-13: (tentang rencana Tuhan akan menghukum manusia karena kejahatannya dan mengumpamakan manusia akan lebih sedikit dari emas Ofir.
Sampai saat ini belum dapat dipastikan dimana letak Negri Ophir, akan tetapi dari data-data yang berkaitan dapatlah diambil pendekatannya bahwa Negri Ophir terdapat di Tanah Batak.

PEMBAGIAN TANAH BATAK

Teritorial Batta country – Tano Batak (menurut informasi yang diperoleh dari Penduduk Inggris) terbagi dalam distrik utama sebagai berikut; Angkola, Padambola (Padang Bolak, red.), Mandiling (Mandailing, red.), Toba, Selindong (Silindung, red.), dan Singkel (Singkil, red.), dimana Angkola mempunyai 5 sub-suku, Mandailing menpunyai 3 sub-suku, Toba mempunyai 5 sub-suku. Berdasarkan catatan Belanda yang dipublikasikan dalam Transaksi Masyarakat Batavia, yang terperinci, Batak dibagi dalam tiga kerajaan. Satu diantaranya bernama Simamora yang berada di pedalaman dan terdiri dari sejumlah perkampungan, diantaranya bernama Batong, Ria, Allas, Batadera, Kapkap (daerah penghasil kemenyan), Batahol, Kotta Tinggi (tempat rumah tinggal raja), dengan dua kawasan terletak di pantai timur yang disebut Suitara-male dan Jambu-ayer.
Disebutkan bahwa kerajaan ini menghasilkan banyak emas dari pertambangan di Batong dan Sunayang. Bata-salindong (Batak Silindung, red.) juga terdiri dari banyak distrik, beberapa diantaranya penghasil kemenyan dan distrik lainnya penghasil mas-murni. Tempat tinggal raja adalah di Salindong (Silindung, red.). Bata-gopit (Batu Gopit, red.) terletak dikaki gunung aktif, yang pernah meletus, dari situlah penduduk mengambil belerang, untuk kemudian diproduksi menjadi gunpowder (mesiu senjata, red.). Kerajaan kecil yang disebut Butar terletak di arah timurlaut sampai kearah pantai timur, dimana tempat tersebut dinamai Pulo Serony (Pulau Seruni, red.) dan Batu Bara yang banyak menikmati perdagangan; juga Longtong (Lantung, red.) dan Sirigar (Siregar, red.). yang berada di muara sungai yang besar bernama Assahan (Sungai Asahan, red.). Butar tidak menghasilkan kapurbarus, juga tidak menghasilkan kemenyan, dan juga tidak menghasilkan emas, dan penduduknya hidup dari pertanian. Rajanya bertempat tinggal di kota juga bernama sama, Butar.

BANGUNAN KUNO

Jauh ke pedalaman sungai di Batu Bara, yang ujungnya bermuara ke selat Malaka, ditemukan sebuah bangunan besar terbuat dari batubata, mengenai bangunannya sepertinya bukan tradisinya dibangun oleh penduduk setempat. Dijelaskan bahwa bentuknya segi-empat, atau beberapa bentuk segi empat, dan di satu sisinya terdapat pilar yang sangat tinggi, mungkin bagi mereka dirancang untuk menempatkan bendera. Bentuk-bentuk gambar atau reliefnya berbentuk gambar manusia yang dipahat di dinding temboknya, sepertinya mirip dewa-dewa bangsa Cina (mungkin juga Hindu). Batu batanya, yang dibawa ke Tapanuli berukuran lebih kecil dari yang umum digunakan di Inggris.

SINGKEL (SINGKIL)

Sungai Singkel, merupakan sungai terbesar di pantai barat pulau itu, yang berasal jauh dari pegunungan Daholi, di kawasan Achin (Aceh, red.), dan panjangnya sekitar 30 mil dari laut yang mengaliri airnya dari Sikere, di sebuah tempat bernama Pomoko, yang mengalir sepanjang Tanah Batak. Sehabis persimpangan ini sungainya sangat lebar, dan cukup dalam untuk dialiri kapal untuk muatan berat, tetapi pangkalnya sangat dangkal dan berbahaya, dalamnya tak lebih dari 6 kaki (1,8 m) saja pada saat surut, dan kalau sedang pasang akan naik 6 kaki (1,8 m) juga. Lebarnya pada daerah ini sekitar ¾ mil. Pada dataran rendal daerah ini banyak yang tergenang air sewaktu musim hujan, tetapi ada dua daerah yang disebutkan oleh Kapten Forrest tidak tergenang air yaitu bernama
Rambong dan Jambong, di dekat muaranya.
Kota utama terletak sekitar 40 mil ke hulu sungai di pencabangan sebelah utara. Di sebelah selatan ada sebuah kota bernama Kiking, dimana ramai perdagangan dilakukan oleh orang Malays (orang Melayu, red.) dan Achinese (orang Aceh, red.) di daerah yang dulunya gunung Samponan atau gunung Papa menghasilkan banyak kemenyan daripada di Daholi. Disebutkan dalam sebuah catatan Belanda bahwa selama 3 hari pelayaran lebih kehulu Singkil maka anda akan menemukan danau yang sangat besar, yang luasannya belum diketahui.

Barus, tempat berikutnya yang berada dibagian selatan, sudah sangat terkenal di negri timur yang disebut kapur-barus atau kamfer, bahkan yang diimport dari Jepang atau Cina disebut juga namanya kapur-barus. Inilah kawasan paling terpencil dimana Belanda sudah lama membangun pabriknya sebelum kemudian meninggalkannya. Mirip seperti pemerintahan Melayu yang diperintah oleh seorang raja, seorang bandhara (bendahara, red.), dan delapan orang pangulus (penghulu, red.), dan dengan kekhususan ini, bahwa raja-raja dan para bendahara dapat silih berganti harus dari kalangan keluarga utama yang disebut Dulu (di hulu, red.) dan D’illir (di hilir, red.). Daerah kekuasaan dulunya dikatakan sampai ke Natal. Kotanya bertempat kira-kira 1 league (3 mil) dari tepi pantai dan 2 league (6 mil) ke daratan terdapat 8 perkampungan yang semuanya dihuni oleh orang Batak, sebagai penduduk yang membeli kapur barus dan kemenyan dari orang-orang di pegunungan Diri (Dairi, red.), yang memanjang dari Singkil di selatan sampai dataran tinggi Lasa, di dekat Barus, dimana daerah ini sudah berada di distrik Toba.

Bersambung —-2

Selasa, 01 Maret 2011

Orang Batak Menghormati Leluhurnya sama dengan Orang China

Orang Batak menghormati leluhurnya dengan membangun Monumen atau Tugu dari Lelurnya (cikal bakal dari Keluarga besar marga), Bisa saja dari generasi pertama bahkan ada juga yang membangun tugu dari generasi ke tiga atau empat.Sebelum mengenal tembok beton, orang Batak mengubur orangtuanya di dalam tanah, dan diberi tanda dengan batu besar berukir. Biasanya di situ juga ditanam pohon kayu jabi-jabi atau beringin, yang dianggap keramat.
Salah satu contoh; Hampir boleh dikatakan Tugu Raja Sonak Malela adalah Tugu cikal bakal dari empat Marga : Simangunsong, Marpaung, Napitupulu dan Pardede. Tetapi Tugu dari Persatuan Pardede, yaitu”Raja Bona Ni Onan” hingga kini tidak ada namun makam nya ada. Tetapi Tugu generasi selanjutnya ada dan cukup Megah.
Hal ini juga berlaku di marga lain, dan tugu-tugu umumnya dibangu didaerah mana asal marga atau leluhur tersebut. Apakah si Samosir Toba,Humbang Silindung,dan lainlainnya. Jadi kalau kita Memasuki wilayah simalungun hingga Sibolga
maka kita akan menikmati panorama yang sangat kotraversi dengan kenyataan kehidupan masyarakat sekitarnya. Dikanan kiri jalan kita akan menemui megahnya makam/kuburan ataupun Tugu dari leluhur setiap marga, bahkan kita menemui Tugu berdiri ditengah persawahan, bahkan ditepi jalan dandi pebukitan.
Tidak sekedar menghormati, Orang Batakpun mengsakralkan Tugu atau tambak tersebut.

Begitu sakralnya pekuburan akan membela mati-matian bila kuburan nenek moyang mereka diganggu atau dirusak, ada sebuah cerita tentang Pohon Jabijabi begitu sacral pohon tersebut bagi Marga bersangkutan; sebab cabang kayu jabi-jabi di kuburan nenek mereka hendak dipotong karena daunnya berguguran ke halaman kantor kepolisian sektor di sebelahnya. "Alasannya, jika cabang atau ranting kayu itu dipotong, bisa mengurangi keturunan keluarga Pardede,"
Sejak 1950-an, orang Batak mulai membangun kuburan dari semen, pengganti batu dan pohon beringin. Kadang-kadang kuburan itu juga diukir dengan relief dan ornamen khas Batak serta dilengkapi dengan patung berbagai bentuk, seperti orang berkuda, harimau, rumah adat, dan bahkan orang dicambuk. Itu mempunyai arti tersendiri, misalnya kuda yang melambangkan keluarga raja. Selain itu, diberi juga lambang salib,(setelah Agama Keristen Protestan menjadi Agama Mayoritas). Kini kuburan orang Batak merupakan pembauran unsur modern (bangunan), agamis (tanda salib), dan magis. Setidaknya, Dalam membangun tambak, seseorang harus memiliki "jaga badan", di samping niat yang lurus. Bila tidak, orang itu bisa jatuh sakit, diganggu roh, Selain itu, kita juga gampang letih dan kelaparan. Bisa jadi, daerah Tapanuli Utara yang berhawa dingin sering membuat orang merasa cepat lapar. Menyadari hal itu, biasanya pihak keluarga menjamu tukang yang membangun kuburan leluhur mereka sebaik-baiknya. Seperti diberi makanan yang lezat dan penginapan yang memadai. Bahkan, sebelum memulai pekerjaan, mereka didoakan pendeta agar jangan diganggu roh halus.

Pembuatan tambak juga bisa dipicu oleh gengsi. "Bila di sebuah kampung ada tambak besar dan mewah, warga dari marga lain akan berlomba membuat yang lebih wah. Apa itu lebih penting daripada membantu saudara-saudara yang miskin?"
Menurut Seorang tokoh Muda mengatakan , keyakinan terhadap tambak bertentangan dengan ajaran Kristen. Soalnya, warga meminta berkah kepada roh nenek moyang. Padahal, soal rezeki, kata Tambunan, bergantung pada usaha seseorang. Di mata Pemuda tersebut, pembangunan makam yang megah hanyalah pemborosan.

Anggapan pemborosan itu dibantah M.A. Simanjuntak. "Ini menyangkut keyakinan. Jangankan soal tempat, harta benda pun direlakan untuk membangun tambak. Jadi, soal adat ini jangan diutak-atik," kata salah seorang pengurus Lembaga Adat Dalihan Na Tolu, yang juga anggota DPRD Tapanuli Utara itu. Menurut Simanjuntak, apakah salah jika mereka ingat kepada leluhur? Biarkan adat berkembang, itu juga identitas orang Batak. "Cinta kasihlah yang paling menonjol," katanya. Pendapat itu dikuatkan Prof. Bonar Halomoan Pasaribu,

    
  
Bangunan-bangunan dari semen indah dan megah itu baru muncul pada paruh abad ke-20. Sebelumnya, makam asli keluarga Batak cukup ditandai dengan pohon (hariara)

yang kebanyakan berupa pohon beringin. Makam sendiri berupa tanah yang ditinggikan 
atau miniatur gereja,hingga vila. Banyak yang tampak sangat megah dan unik, bahkan bisa

untuk makam itu beraneka ragam, dari tugu dengan patung-patungnya, kapal, pagoda, 

menjadi penanda (landmark) sebuah kawasan.peti batu yang digeletakkan di dataran.

Orang bahkan banyak yang sudah lupa bahwa istilah makam Batak yang asli adalah tambak. 

Banyak orang menyebut makam Batak kini sebagai tugu karena saking banyaknya makam 
yang berbentuk tugu.




"Pembangunan Tugu Dipandang dari Segi Sosial-Ekonomi", pembangunan tugu makam secara besar-besaran mulai terjadi pada dasawarsa 1955-1965 di bona pasogit (kampung halaman orang Batak). Para perantau menjadi penyumbang terbesar pembangunan tugu.
 Beringin besar
 
Meskipun demikian, pohon-pohon beringin besar masih bisa ditemukan di banyak kawasan
di Humbang Hasundutan. Hampir bisa dipastikan, pohon beringin di Humbang Hasundutan
adalah tambak keluarga W Silaban (66), warga Desa Dolok Marbu, Kecamatan Lintong
Nihuta, Humbang Hasundutan, mengatakan, makam keluarga Silaban yang berada  persis
di samping rumahnya berisi ratusan jenazah. 
Makam dengan pohon beringin yang sangat besar itu dipagar seluas sekitar 6 x 6 meter.
Umur tambak keluarga itu juga ratusan tahun. "Saya saja sudah Silaban nomor sembilan,
tambak itu ada sejak Silaban nomor satu," tutur dia.

Warga percaya, jika pohon semakin besar dan rindang dengan cabang yang banyak,
keturunan keluarga itu dipercaya berhasil di masyarakat. "Jika pohon justru mati atau
tak banyak berdaun, keluarga besar itu pun tak banyak berguna di masyarakat," tutur
Marandut Manulang (42), warga Doloksanggul, Humbang Hasundutan.
Sri Hartini, dalam disertasinya yang berjudul "Kajian Bentuk dan Makna Tambak pada
Masyarakat Batak Toba" membagi makam keluarga Batak Toba dalam tiga tipe :
Pertama, tambak dari tanah yang ditinggikan yang biasanya ditanami pohon kosmis
(biasanya pohon beringin) atau ditancapi tanduk kerbau.
Kedua adalah makam dari batu alam utuh berbentuk segi empat panjang yang disebut batu
sada, parholian, atau sarkofagus. Tambak model ini merupakan peninggalan tradisi megalit
sejak 3.000 tahun sebelum Masehi. Hanya kaum bangsawan yang diduga mampu membuat
kubur batu mengingat butuh banyak tenaga untuk memindahkan dan membuatnya. 
 
MAKAM RAJA SIDABUTAR. Sejumlah pengunjung melihat makam tua raja Sidabutar
berusia 480 tahun di desa Tomok, Kecamatan Simaniado Kabupaten Samosir, Minggu, 
Raja Sidabutar merupakan orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Samosir 
serta penguasa Samosir pada masa itu. Foto antarasumut.com/Septianda Perdana
 


Kuburan tua dari batu, kabarnya banyak dijumpai di Samosir, tetapi tidak dipelihara bahkan 
nyaris terlupakan. Yang selalu dipelihara dan menjadi objek wisata adalah Kuburan Batu
Raja Sidabutar di Tomok.
Ketiga adalah tambak dari semen atau campuran pasir, bata, dan semen yang disebut
Sri Hartini sebagai tambak modern. Berdasarkan penelitiannya di wilayah bona pasogit, Sri membagi tambak modern menjadi 13 kelompok berdasarkan bentuk bangunan. "Orang Batak sangat adaptif dalam membuat bentuk bangunan," tutur Sri. Tiga model pemakaman itu bisa dilihat sekaligus salah satunya di Huta (Kampung) Sialagan di Pulau Samosir. Kampung kecil milik keluarga Sialagan itu juga menjadi daerah tujuan wisata Pulau Samosir.
 
 
Di sudut kampung tumbuh sebuah pohon beringin besar. Di bawah pohon terdapat sarkofagus batu dan tambak semen persegi berisi tulang belulang marga Sialagan. Ratusan orang dikubur dalam tambak itu. "Umurnya kira-kira 600 tahun," kata Wesley Guntur Sialagan (60), generasi ke-19 marga Sialagan.
Wesley meyakini tradisi pemakaman Batak sangat erat dengan tradisi Hindu. Saat melakukan penggalian untuk membangun pagar tembok batu di dalam kampung itu, pensiunan pegawai bank pemerintah itu menemukan abu dalam pinggan pasu (piring) porselen. Penemuan abu yang ia duga sebagai abu jenazah leluhurnya itu menunjukkan bahwa ada tradisi pembakaran mayat seperti tradisi Hindu Bali. "Ini memang dugaan yang butuh pembuktian," kata Wesley. Abu leluhurnya itu kini ia makamkan dalam tambak di Sialagan.
Keputusan untuk memasukkan anggota keluarga yang meninggal dalam tambak biasanya dilakukan dengan rapat adat.

Ada dua jenis pemakaman adat Batak. 

Pertama, penguburan langsung ke tanah sesaat setelah kematian, terutama bagi orang yang mati muda.
Kedua adalah penguburan jenazah ke tanah, yang dilanjutkan penguburan tulang belulang beberapa tahun kemudian setelah proses pembusukan terjadi. Proses pemakaman kedua ini disebut mangokal holi.
Mangongkal holi ini butuh dana besar.
Kini banyak warga Batak menyatukan proses pembusukan dan pemakaman tulang dalam satu tambak. Bagian bawah tambak menjadi makam tempat pembusukan, bagian atas tempat disemayamkan tulang-tulang.
Bagi orang Batak tak ada tambak yang menakutkan. Leluhur yang jasadnya masuk ke tambak adalah orang-orang yang justru jiwanya akan membantu mereka yang hidup.
Tambak menjadi representasi sebuah marga atau keluarga besar.

Kesimpulan:
Kenapa manusia batak sekarang ini (modern) tidak menyadari dampak dari pembangunan makam begitu megahnya dipertengahan sawah, meskipun itu adalah tanah sawah milik keluarga besar. Sedangkan Nenek moyangnya menyadari dampak global warning dengan menanam pohon berigin (hariara) di makam mereka. Alangkah baiknya meniru sikap positif dari nenek moyang kita tersebut.

Barus 1000 tahu yang lalu

PELETAKAN BATU PERTAMA PEMBANGUNAN TUGU RAJA TOGA LAUT PARDEDE DI LUMBAN JABI-JABI - BALIGE

Setelah terbentuknya panitia pembangunan Tugu Raja Toga Laut Pardede di Jakarta oleh beberapa keturunan Raja toga Laut Pardede yang berdomisili di jakarta sekitarnya (sejabodetabek)
maka diputuskanlah agar semua keturunan Raja Toga Laut Pardede ikut serta dalam Napak tilas show force keliling kota Balige pada tanggal 18 Agustus 2007, dengan rute dimulai Losmen Toga Laut Tawar, Tugu Naga Baling, Makam Raja Bona Ni Onan Pardede & Raja Paindoan Pardede dan ber akhir di Lumban Jabi-jabi / Tugu Raja Toga Laut Pardede, yang kemudian dengan kata-kata sambutan, oleh Tokoh-tokoh Sonak malela dll.