Minggu, 18 Desember 2011

Pengangkatan Anak Pada Masyarakat Batak Toba


(Suatu Analisis Berdasarkan Hukum Adat)


PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pada hakekatnya perkembangan hukum adat tidak dapat dipisahkan dari perkembangan masyarakat pendukungnya. Dalam pembangunan hukum nasional, peranan hukum adat sangat penting. Karena hukum nasional yang akan dibentuk, didasarkan pada hukum adat yang berlaku.
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis dan bersifat dinamis yang senantiasa dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Bila hukum adat yag mengatur sesuatu bidang kehidupan dipandang tidak sesuai lagi dengn kebutuhan warganya maka warganya sendiri yang akan merubah hukum adat tersebut agar dapat memberi manfaat untuk mengatur kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pengetua adat.
Hukum adat mengalami perkembangan karena adanya interaksi sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain. Persintuhan itu mengakibatkan perubahan yang dinamis terhadp hukum adat.
Selain tidak terkodifikasi, hukum adat itu memiliki corak :

1) Hukum adat mengandung sifat yang sangat tradisionil.
Bahwa peraturan hukum adat umumnya oleh rakyat dianggap berasal dari nenek moyang yang legendaris (hanya ditemui dari cerita orang tua).

2) Hukum adat dapat berubah
Perubahan dilakukan bukan dengan menghapuskan dan mengganti peraturan-peraturan itu dengan yang lain secara tiba-tiba, karena tindakan demikian itu akan bertentangan dengan sifat adat istiadat yang suci dan bahari. Akan tetapi perubahan terjadi oleh pengaruh kejadian-kejadian , pengaruh peri kedaan hidup yang silih berganti-ganti. Peraturan hukum adat harus dipakai dan dikenakan oleh pemangku adat (terutama oleh kepala-kepala) pada situasi tertentu dari kehidupan sehari-hari; dan peristiwa-peristiwa demikian ini, sering dengan tidak diketahui berakibat pergantian, berubahnya peraturan adat dan kerap kali orang sampai menyangka, bahwa peraturan-peraturan lama tetap berlaku bagi kedaaan-keadaan baru.

3) Kesanggupan hukum adat menyesuaikan diri.
Justru karena pada hukum adat terdapat sifat hukum tidak tertulis dan tidak dikodifikasi, maka hukum adat (pada masyarakat yang melepaskan diri dari ikatan-ikatan tradisi dan dengan cepat berkembang modern) memperlihatkan kesanggupan untuk menyesuaikan diri dan elastisiteit yang luas. Suatu hukum sebagai hukum adat,yang terlebih-lebih ditimbulkan keputusan di kalangan perlengkapan masyarakat belaka, sewaktu-waktu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan baru.

Hukum adat berurat berakar pada kebudayaan tradisionil. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitranya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.

Hukum adat mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat yang berasal dari nenek moyang dan berlaku secara turun temurun. Hukum adat mengatur tentang masalah perkawinan, anak, harta perkawinan, warisan, tanah dan lain-lain yang selalu dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat agar tercapai ketertiban dalam masyarakat. Hukum adat ini selalu dijunjung tinggi pelaksanaannya. Hukum adat juga mengatur tentang pengangkatan anak.

Dalam pengangkatan anak di Indonesia, pedoman yang dipergunakan saat ini adalah :

1. Staatsblad 1917 No. 129 mengenai adopsi yang berlaku bagi golongan Tionghoa.

2. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 (merupakan penyempurnaan dari dan sekaligus menyatakan tidak berlaku lagi Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 tahun 1979) jo Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 1989 tentang pengangkatan Anak yang berlaku bagi warga negara Indonesia.

3. Hukum adat (Hukum tidak tertulis).

4. Jurisprudensi
Dalam menentukan kriteria sah tidaknya suatu pengangkatan anak termasuk akibat hukumnya pada masyarakat daerah tertentu, seperti di kalangan masyarakat suku Jawa, Tionghoa, saat ini sudah ada beberapa jurisprudensi yang dapat dijadikan sebagai pedoman. Pengangkatan anak bagi golongan Bumiputera menurut tata cara hukum adatnya masih dianggap sah dan akibat hukumnya juga tunduk kepada hukum adatnya sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan dari pengangkatan anak yaitu mengutamakan kesejahteraan anak.

Meskipun pengangkatan anak harus dilakukan berdasarkan hukum adat yang berlaku, namun masih diperlukan lagi pengesahan dengan suatu penetapan pengadilan atau dengan suatu akta notaris yang disahkan oleh pengadilan setempat.
Di daerah Batak Toba yang menganut sistem kekerabatan patrilineal, anak laki-laki merupakan penerus keturunan ataupun marga dalam silsilah keluarga. Anak laki-laki sangat berarti kehadirannya dalam suatu keluarga. Pada masyarakat Batak Toba, apabila suatu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki, maka ia dapat mengangkat seorang anak laki-laki yang disebut dengan “anak naniain” dengan syarat anak laki-laki yang diangkat haruslah berasal dari lingkungan kaluarga atau kerabat dekat orang yang mengangkat. Pengangkatannya haruslah dilaksanakan secara terus terang yaitu dilakukan di hadapan “dalihan na tolu” dan pemuka-pemuka adat yang bertempat tinggal di desa sekeliling tempat tinggal orang yang mengangkat anak.

Apabila syarat-syarat pengangkatan anak sebagaimana diuraikan di atas telah terpenuhi, maka anak tersebut akan menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya dan tidak lagi mewaris dari orang tua kandungnya.

Konsekwensi dari pengangkatan anak yang demikian ini, tentu mempunyai pengaruh terhadap terhadap kedudukan anak tersebut baik terhadap orang kandungnya maupun terhadap orang tua angkat si anak. Hal di atas merupakan latar belakang pemilihan topik tentang anak angkat dalam sistem hukum adat Batak Toba.

B. Permasalahan
1. Bagaimanakah asas-asas pengangkatan anak menurut hukum adat Batak Toba.
2. Bagaimanakah akibat hukum dari pengangkatan anak pada masyarakat Batak Toba.

BAB II
PENGANGKATAN ANAK DAN AKIBAT HUKUMNYA
A. Pengangkatan anak

Pengangkatan anak sering juga diistilahkan dengan adopsi. Adopsi berasal dari Adoptie (Belanda) atau adoption (Inggris). Adoption artinya pengangkatan, pemungutan, adopsi, dan untuk sebutan pengangkatan anak disebut adoption of a child.
Supomo menyebutkan di seluruh wilayah hukum (Jawa barat) bilamana dikatakan “mupu, mulung atau mungut anak” yang dimaksudkan ialah mengangkat anak orang lain sebagai anak sendiri.
B. Ter Haar Bzn berpendapat : Adoption is common throughout the Archipelago. By means it is a child, who does not belong to the family group, is brought into the family un such a way that his relationship amongs to the same thing as a true kinship relation. (Adopsi pada umumnya terdapat di seluruh nusantara. Artinya, bahwa perbuatan pengangkatan anak dari luar kerabatnya, yang memasukkan dalam keluarganya begitu rupa sehingga menimbulkan hubungan kekeluargaan yang sama seperti hubungan kemasyarakatan yang tertentu biologis.)5

Di Batak Toba dikenal anak naniain, yaitu semacam anak angkat yang harus memenuhi syarat-syarat :
a. Yang mau mengain haruslah tidak mempunyai anak laki-laki;

b. Anak yang diangkat tersebut haruslah dari antara anak-anak saudaranya atau keluarga dekat lainnya;

c. Harus “dirajahon” artinya harus dengan upacara adat yang telah ditentukan untuk itu yang dihadiri oleh keluarga dekat, “dalihan na tolu” serta pengetua-pengetua dari kampung sekelilingnya (raja-raja bius).

“Anak naniain” berasal dari kata dasar “ain” artinya “angkat”, yang menurut kamus Batak Toba Indonesia karangan J. Warneck, anak niain berarti anak angkat sedangkan mangain artinya mengangkat seseorang menjadi anak sendiri misal keluarga yang tidak mempunyai anak.
“Nain” ditambah kata depan “na” dalam bahasa Indonesia artinya “yang”, jadi “anak naniain” artinya anak yang diangkat.
“Dirajahon” berarti diresmikan dengan upacara adat Batak Toba.
“Dalihan Natolu” yang juga disebut “Dalihan Nan Tungku Tiga” (artinya Tungku Nan Tiga) adalah suatu ungkapan yang menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak. Di dalam Dalihan Natolu terdapat 3 unsur hubungan kekeluargaa, yang sama dengan tungku sederhana dan praktis yang terdiri dari 3 buah batu.
Ketiga unsur hubungan kekeluargaan itu ialah :
1. Dongan Sabutuha (teman semarga);

2. Hulahula (keluarga dari pihak isteri);

3. Boru (keluarga dari pihak menantu laki-laki).

Di lingkungan masyarakat Batak Toba dikenal pengangkatan anak secara umum dan khusus.
Pengangkatan anak secara umum adalah pengangkatan anak yang sifatnya formal dan bukan merupakan peristiwa hukum. Oleh karena itu perbuatan tersebut tidak mempunyai akibat hukum. Misalnya : memberi marga bagi isteri atau suami yang bukan berasal dari Batak Toba.
Pengangkatan anak secara khusus adalah pengangkatan yang merupakan peristiwa hukum serta mempunyai akibat hukum, misalnya anak naniain.
Menurut hukum adat Batak Toba, subyek pengangkatan anak adalah orang yang sudah kawin tetapi tidak mempunyai anak laki-laki. Misalnya orang tersebut sudah mempunyai anak tetapi perempuan semua sehingga ia dapat mengangkat anak laki-laki. Sedangkan obyek pengangkatan anak anak laki-laki (belum kawin atau sudah kawin) dari saudara-saudaranya atau keluarga dekat yang mengangkat.

B. Asas-asas Dalam Pengangkatan Anak

Pasal 12 UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menenutkan ;

a) Pengangkatan Anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak;

b) Kepentingan kesejahteraan anak yang termaktub adalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah;

c) Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal ini mengandung asas mengutamakan kesejahteraan anak angkat.
Pasal 5 ayat 1 Stb. 1917 No. 129 tentang adopsi yang berlaku bagi golongan Tionghoa menentukan bila seorang laki-laki, kawin atau pernah kawin, tidak mempunyai keturunan laki-laki yang sah dalam garis laki-laki, baik karena hubungan darah maupun karena pengangkatan, dapat mengangkat seseorang sebagai anak laki-lakinya.
Selanjutnya Pasal 6 menentukan : Yang boleh diangkat sebagai anak hanyalah orang Tionghoa laki-laki yang tidak kawin dan tidak mempunyai anak, yang belum diangkat orang lain.

Ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Stb. 1917 No. 129 mengandung asas mengangkat anak laki-laki untuk meneruskan garis keturunan.
Sesuai dengan perkembangan jaman keluar Yurisprudensi yaitu Keputusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta No. 907/1963/P tertanggal 29 Mei 1963 bagi golongan Tionghoa diperbolehkan mengadopsi anak perempuan.
Ter Haar menyatakan ada beberapa alasan dalam pengangkatan anak di beberapa daerah, antara lain :

1) Motivasi perbuatan adopsi dilakukan adalah karena rasa takut bahwa keluarga yang bersangkutan akan punah (Fear of extinction of afamily);

2) Rasa takut akan meninggal tanpa mempunyai keturunan dan sangat kuatir akan hilang garis keturunannya (Fear of diving childless and so suffering the axtinction of the line of descent).

Dari motivasi di atas terkandung asas mengangkat anak untuk meneruskan garis keturunan.
Di daerah Tapanuli, Nias, Gayo, Lampung, Maluku, Kepulauan Timor dan Bali yang menganut garis patrilineal, pengangkatan anak pada prinsipnya hanya pengangkatan anak laki-laki dengan tujuan utamanya adalah untuk meneruskan keturunan.
Selain asas-asas sebagaimana diuraikan di atas, dalam pengangkatan anak terkandung juga asas yang lain yaitu :
♦ Asas kekeluargaan
♦ Asas kemanusiaan
♦ Asas persamaan hak
♦ Asas musyawarah dan mufakat.
♦ Asas tunai dan terang.

C. Akibat hukum Pengangkatan Anak

Menurut hukum adat tata cara pengangkatan anak dapat dilaksanakan dengan cara :

a. Tunai/kontan artinya bahwa anak itu dilepaskan dari lingkungannya semula dan dimasukkan ke dalam kerabat yang mengadopsinya dengan suatu pembayaran benda-benda magis, uang, pakaian.

b. Terang artinya bahwa adopsi dilaksanakan dengan upacara-upacara dengan bantuan para Kepala Persekutuan, ia harus terang diangkat ke dalam tata hukum masyarakat.

Terhadap tata cara pengangkatan anak menurut hukum adat, Mahkamah Agung dalam putusannya No. 53 K/Pdt/1995, tanggal 18 Maret 1996 berpendapat bahwa dalam menentukan sah tidaknya status hukum seorang anak angkat bukan semata-mata karena tidak memiliki Penetapan dari Pengadilan negeri, dimana SEMA RI No. 2 tahun 1979 jo SEMA RI No. 6 Tahun 1983 jo SEMA RI No. 4 Tahun 1989 merupakan Petunjuk Teknis dari Mahkamah Agung kepada para Hakim Pengadilan untuk kepentingan penyidangan permohonan anak angkat yang bersifat voluntair dan khusus hanya untuk penetapan anak angkat saja.
Pengangkatan anak tentu membawa konsekwensi yuridis. Dan hal ini di tiap-tiap daerah berbeda sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Bahkan untuk daerah yang menganut sistem kekerabatan yang sama belum tentu mempunyai karakteristik yang sama.
Ter Haar menyebutkan bahwa anak angkat berhak atas warisan sebagai anak, bukannya sebagai orang asing. Sepanjang perbuatan ambil anak (adopsi) telah menghapuskan perangainya sebagai “orang asing’ dan menjadikannya perangai “anak” maka anak angkat berhak atas warisan sebagai seorang anak. Itulah titik pangkalnya hukum adat. Namun boleh jadi, bahwa terhadap kerabatnya kedua orang tua yang mengambil anak itu anak angkat tadi tetap asing dan tidak mendapat apa-apa dari barang asal daripada bapa atau ibu angkatnya- atas barang-barang mana kerabat-kerabat sendiri tetap mempunyai haknya yang tertentu, tapi ia mendapat barang-barang (semua) yang diperoleh dalam perkawinan. Ambil anak sebagai perbuatan tunai selalu menimbulkan hak sepenuhnya atas warisan.

Wirjono Prodjodikoro berpendapat pada hakekatnya seorang baru dapat dianggap anak angkat, apabila orang yang mengangkat itu, memandang dalam lahir dan bathin aanak itu sebagai anak keturunannya sendiri.
Di daerah batak Toba ditentukan bahwa anak naniain berbeda dengan anak angkat menurut pengertian sehari-hari ialah tidak dapatnya diangkat anak (laki-laki) dari siapapun kecuali dari keluarga dekat untuk menjadi anak naniain. Anak naniain menjadi ahli waris dari ayah yang mengainnya dan kehilangan hak mewaris dari orang tua kandungnya.
Pengadilan dalam praktek telah merintis mengenai akibat hukum di dalam pengangkatan antara anak dengan orang tua sebagai berikut :

a. Hubungan darah : mengenai hubungan ini dipandang sulit untuk memutuskan hubungan anak dengan orangtua kandung.

b. Hubungan waris : dalam hal waris secara tegas dinyatakan bahwa anak sudah tidak akan mendapatkan waris lagi dari orangtua kandung. Anak yang diangkat akan mendapat waris dari orangtua angkat.

c. Hubungan perwalian : dalam hubungan perwalian ini terputus hubungannya anak dengan orang tua kandung dan beralih kepada orang tua angkat. Beralihnya ini, baru dimulai sewaktu putusan diucapkan oleh pengadilan. Segala hak dan kewajiban orang tua kandung berlaih kepada orang tua angkat.

d. Hubungan marga, gelar, kedudukan adat; dalam hal ini anak tidak akan mendapat marga, gelar dari orang tua kandung, melainkan dari orang tua angkat.13
Stb, 1917 No. 219 menentukan bahwa akibat hukum dari perbuatan adopsi adalah sebagai berikut :

a. Pasal 11 : anak adopsi secara hukum mempunyai nama keturunan dari orang yang mengadopsi.

b. Pasal 12 ayat 1 : anak adopsi dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari orang yang mengadopsi. Konsekwensinya anak adopsi menjadi ahli waris dari orang yang mengadopsi.

Konsekwensi lebih lanjut adalah karena dianggap dilahirkan dari perkawinan orang yang mengadopsi, maka dalam keluarga adoptan, adoptandus berkedudukan sebagai anak sah, dengan segala konsekwensi lebih lanjut.
Bila anak adopsi dianggap dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan adoptandus berkedudukan sebagai anak sah maka akibat hukumnya adalah sebagai berikut :

1. Apabila adopsi dilakukan sebelum keluarnya UU No. 1 tahun 1974, maka akibat hukumnya tunduk kepada KUHPerdata yang meliputi :

a. Kekuasaan orang tua terhadap pribadi anak, yaitu orang tua wajib memelihara dan mendidik sekalian anak mereka yang belum dewasa (Pasal 298 ayat 2 KUHPerdata). Sepanjang perkawinan bapak dan ibu tiap-tiap anak sampai ia menjadi dewasa, tetap di bawah kekuasaan orang tua sepanjang kekuasaan orang tua itu belum dicabut (Pasal 299 KUHPerdata).
b. Kekuasaan orang tua terhadap harta kekayaan anak, yaitu terhadap anak yang belum dewasa, maka orang tua harus mengurus harta kekayaan anak itu (Pasal 307 KUHPerdata).
c. Hak dan kewajiban anak terhadap orang tua, yaitu tiap-tiap anak, dalam umur berapapun wajib menaruhkehormatan dan keseganan terhadap bapak dan ibunya serta berhak atas pemeliharaan dan pendidikan.

2. Apabila adopsi dilakukan setelah berlakunya UU No. 1 tahun 1974, maka akibat hukumnya tunduk kepada UU No. 1 Tahun 1974 yang meliputi :
a. Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak, yaitu :
Di dalam Pasal 45 dinyatakan bahwa :
a) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
b) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Di dalam Pasal 47 dinyatakan :
a) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaannya.
b) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.
Pasal 49 menentukan :
a) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas atau saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal :
1. Ia sangat melalaikan kewajiban terhadap anaknya,
2. Ia berkelakuan buruk sekali.
b. Kewajiban orang tua terhadap harta benda anak, yaitu :
Di dalam pasal 48 UU No. 1 Tahun 1974 disebutkan :
Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum melangsungkan perkawinan kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.
c. Hak dan kewajiban anak terhadap orang tua, yaitu selain berhak atas pemeliharaan dan pendidikan juga mempunyai kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 46 UU No. 1 tahun 1974 yaitu :
1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.
2) Jika anak telah dewasa ia wajib memelihara menurut kemampuannya orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.
Karena adopsi, maka terputus segala hubungan keperdataan antara anak adopsi dengan orang tua kandungnya.

sumber: Sunarmi-Fakultas Hukum-Universitas Sumatera Utara

PERANAN KOMUNIKASI DALAM PENYATUAN BUDAYA


Suraya

Manusia diciptakan berpasang-pasangan,dan bersuku-suku menurut jenisnya seperti yang dikemukakan oleh ayat diatas. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia itu diciptakan Allah berbedabeda fisik dan sifatnya serta memiliki karakternya sendiri-sendiri.

Mereka hidup berkelompok sebagai mahluk sosial dan berkomunikasi dengan sesamanya.

Banyak orang menganggap bahwa melakukan komunikasi itu mudah, semudah orang bernafas, karena kita terbiasa melakukannya sejak lahir. Namun setelah orang pernah merasakan hambatan atau “kemacetan” ketika melakukan komunikasi, barulah disadari bahwa komunikasi itu ternyata tidak mudah.

Coba saja kita lihat contoh yang dijelaskan oleh Mulyana (2001),kata Mokusatsu yang digunakan Jepang dalam merespon ultimatum AS untuk menyerah diterjemahkan oleh Domei sebagai ‘mengabaikan’, alih-alih maknanya yang benar adalah ‘jangan memberi komentar sampai keputusan diambil’. Suatu versi lain mengatakan, Jendral McArthur memerintahkan stafnya untuk mencari makna kata itu. Semua kamus bahasa Jepang-bahasa Inggris diperiksa yang memberi padanan kata no comment. MacArthur kemudian melaporkan kepada Presiden Truman yang memutuskan untuk menjatuhkan bom atom. Padahal makna kata Mokusatsu itu adalah ‘Kami akan menaati ultimatum Tuan tanpa komentar’.
Kekeliruan dalam menerjemahkan suatu pesan yang dikirimkan pemerintah Jepang menjelang akhir Perang Dunia II boleh jadi telah memicu pengeboman Hiroshima. Kegagalan memahami pesan verbal itu dapat mengakibatkan bencana. Karena ada kesan ‘enteng’ itulah, tidak mengherankan bila sebagian orang enggan mempelajari bidang komunikasi. Padahal, dimana pun kita berada dan apa pun profesi kita, kita selalu berkomunikasi dengan orang lain. Banyak orang gagal karena mereka tidak terampil berkomunikasi.
Contoh lainnya konflik yang terjadi antara suku Dayak dan Madura Sambas di Kalimantan yang disebabkan adanya stereotip yang berlebihan dari kedua suku tersebut sehingga menyebabkan ratusan orang Madura tewas dan ratusan rumah musnah. Seperti dikemukakan Rachbini (1999)
bahwa suku Madura dipandang warga setempat berkarakter kasar, tidak sopan dan tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan.

Ketika kita berkomunikasi dengan orang dari suku, atau agama lain kita dihadapkan dengan system nilai dan aturan yang berbeda. Sulit memahami komunikasi mereka bila kita sangat etnosentrik. Di Indonesia masih sering terdengar stereotip-stereotip kesukuan. Misalnya orang-orang Jawa dan Sunda beranggapan bahwa mereka halus dan sopan, dan bahwa orang-orang Batak kasar, nekad, suka berbicara keras, pemberang dan suka berkelahi. Tetapi orang Batak sendiri menganggap bahwa mereka pemberani, terbuka, suka berterus terang, pintar, rajin, kuat dan tegar.
Mereka menganggap orang-orang Jawa dan Sunda lebih halus dan spontan tetapi lemah dan tidak suka berterus terang. Apa yang orang anggap kekasaran, bagi orang Batak justru kejujuran. Apa yang orang Sunda dan Jawa anggap kehalusan, bagi orang Batak adalah kemunafikan dan kelemahan (Mulyana, 1999, h. 13).
Pada dasarnya Allah SWT telah menekankan bahwa “Tuhan yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia menciptakan manusia, dan mengajarinya pandai berbicara” (Ar Rahman : 1-4). Dengan begitu maka manusia selalu ingin berkomunikasi dengan manusia lainnya dengan cara berbicara satu dengan yang lain, baik melakukan komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, atau komunikasi massa (Littlejohn, 2000; Tubbs & Moss, 1996).

Pada dasarnya manusia memiliki naluri komunikasi, selain itu dilengkapi pula dengan naluri ingin tahu. Manusia ingin mengetahui segala yang ada di alam sekelilingnya. Seperti yang dikatakan Allah SWT bahwa Allah SWT menurunkan kepadamu Kitab dan Hikmah, dan mengajarkan kepadamu sesuatu yang kamu belum tahu (Q., 4:113), maka manusia akan
mencari segala sesuatunya dengan kemampuannya berkomunikasi.
Sekarang ini, peradaban manusia telah berkembang demikian kompleksnya. Manusia sebagai individu-individu dengan latar belakang budaya yang berlainan saling bertemu, baik secara tatap muka maupun melalui media komunikasi. Media komunikasi di sini tidak hanya berbentuk
media massa semata tetapi juga media umum (surat, e-mail, telepon, dan sebagainya). Maka tidaklah heran, perkembangan dunia saat ini semakin menuju pada suatu Global Village (desa dunia). Hal ini yang menimbulkan anggapan bahwa sekarang ini komunikasi antar budaya semakin penting dan semakin vital ketimbang di masa-masa sebelum ini (Dodd, 1987;
Gudykunst & Kim, 1984; Samovar, Porter & Jain, 1981).

Komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang berbeda bangsa,ras, bahasa, agama, tingkat pendidikan, status sosial atau bahkan jenis kelamin disebut komunikasi antarbudaya (Mulyana, 2000). Karena itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan pentingnya komunikasi antarbudaya ini, yang dapat dikatakan sebagai jembatan emas komunikasi antarbudaya.
Jembatan emas ini meliputi mobilitas, saling ketergantungan ekonomi,teknologi komunikasi, pola imigrasi, kesejahteraan politik (Devito, 1991).

Mobilitas

Pergerakan peradaban dunia bergerak dengan cepatnya, mereka dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain hanya dalam sekejap.
Transportasi telah mempermudah mereka untuk bergerak dengan cepat.
Mereka seringkali melakukan perjalanan dari satu negara ke negara lain dan dari satu benua ke benua lain. Hal ini lah yang sering kita sebut dengan mobilitas. Batasan-batasan yang dulu sebagai penghalang, seperti susahnya transportasi karena jarak, lautan dan samudera yang memisahkan antardaerah kini pupus sudah. Saat ini orang seringkali mengunjungi budaya-budaya lain untuk mengenal orang-orang yang berbeda dan daerah baru serta untuk menggali peluang-peluang ekonomi. Hal seperti ini mengingatkan kita pada ayat Al Quran di atas, bahwa manusia diciptakan untuk saling mengenal.
Bila kita telah saling mengenal maka terbukalah peluang-peluang lain untuk terjalin dengan baik, misalnya saja peluang ekonomi,perdagangan, pendidikan, kebudayaan, dan sebagainya. Peristiwa mobilitas ini menyebabkan hubungan antarpribadi kita semakin menjadi hubungan
antarbudaya. Individu-individu yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda saling berhubungan dan berinteraksi dari melakukan komunikasi antarpribadi sampai dengan melakukan komunikasi menggunakan media massa. Mobilitas yang tinggi memungkinkan terjadinya akulturasi budaya dan nilai-nilai yang sangat kompleks dalam global village ini. Bertemunya bermacam-macam budaya tersebut bisa terjadi dalam berbagai bidang,
seperti ekonomi, sosial, politik, pendidikan, hankam, dan lainnya.
Misalnya, pertukaran pelajar yang dikoordinir oleh AFS ataupun Departemen Pendidikan Nasional. Atau perjalanan bisnis para pedagang dan pengusaha nasional ke luar daerah dan negeri.

Saling Ketergantungan Ekonomi

Sekarang ini karena dunia sudah menjadi global village, maka kebanyakan negara secara ekonomis bergantung pada negara lain.
Beberapa waktu yang lalu kehidupan ekonomi Amerika banyak terkait dengan negara-negara Eropa yang kulturnya banyak kemiripan dengan kultur Amerika. Tetapi, sekarang ini, banyak kegiatan perdagangan Amerika khususnya di bidang peralatan teknologi yang berorientasi ke Asia Timur seperti Jepang, Korea, Taiwan yang kulturnya sangat berbeda dengan kultur
Amerika.
Kehidupan ekonomi bangsa Amerika bergantung pada kemampuan bangsa ini untuk berkomunikasi secara efektif dengan kultur-kultur yang berbeda itu. Hal yang sama berlaku untuk bangsa-bangsa lain di dunia, termasuk Indonesia. Tragedi 11 September yang menimpa Amerika Serikat menyebabkan terganggunya hubungan ekonomi negara-negara di dunia.
Banyak negara yang membuka kantor di gedung WTC ikut menjadi korban sehingga perekonomiannya terganggu. Suku bunga Dollar Amerika menjadi naik sehingga nilai tukar rupiah kita-pun ikut terpengaruh. Hal ini menyebabkan berubahnya harga-harga barang yang menggunakan nilai tukar dollar Amerika, yang dengan otomatis merembet ke pada hal yang
lainnya, seperti sembilan bahan pokok, BBM, dan lain-lain.

Teknologi Komunikasi

Teknologi komunikasi telah berkembang dengan pesat saat ini. Hal ini ditandai dengan merebaknya pemakaian internet, multi media, dan sebagainya. Meningkat pesatnya teknologi komunikasi telah membawa kultur luar yang kadangkala asing masuk ke rumah kita. Film-film seri impor yang ditayangkan di televisi telah membuat kita mengenal adat kebiasaan dan
riwayat bangsa-bangsa lain. Berita-berita dari luar negeri yang disiarkan baik dari stasiun televisi dalam negeri maupun luar negeri merupakan hal yang lumrah. Setiap malam kita menyaksikan apa yang terjadi di negara yang jauh melalui televisi. Dan kita dapat berhubungan langsung ke setiap pelosok dunia melalui telepon, e-mail, dan sebagainya. Teknologi telah
membuat komunikasi menjadi mudah, praktis dan tidak terhindarkan. McLuhan sendiri mengatakan bahwa media adalah pesan itu sendiri.

Karena media massa memiliki karakter sendiri, dengan kelemahan dan kelebihan. Media Komunikasi merupakan saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan. Media dapat berupa alat seperti majalah, surat kabar, tabloid, radio, televisi, film, internet,telepon, telegram, surat, dan lain-lain. Selain itu media juga dapat berupa non alat yaitu lambang verbal dan non verbal termasuk kondisi personal dan situasional, lingkungan yang mendukung terjadinya komunikasi.
Media komunikasi sendiri mempunyai fungsi, yaitu
(1) memperluas jangkauan komunikasi antar manusia dan memperbesar kemampuan untuk
menjalin hubungan komunikasi antarmanusia; dan
(2) menyediakan, menyimpan dan mendistribusikan pesan-pesan komunikasi.

Maka dengan media komunikasi manusia dapat menembus ruang dan waktu. Misalnya, kita dapat membaca koran, mendengarkan radio dimana pun kita berada. Hasil dari media komunikasi berupa alat dapat disimpan/didokumentasikan sehingga dapat menguasai waktu. Karena media komunikasi adalah pesan komunikasi, maka McLuhan percaya bahwa media
komunikasi manusia.
Perkembangan media komunikasi telah banyak mengubah aspek kehidupan manusia dan hubungan komunikasi antarmanusia hampir tak terbatas. Perkembangan media komunikasi telah mengubah cara pengumpulan, pengolahan dan pendistribusian pesan-pesan komunikasi.
Begitu banyaknya informasi yang datang yang tidak dapat dipilih dan dimaknai oleh komunikan karena keterbatasan kemampuan sehingga menimbulkan keluberan informasi. Seperti pendapat Brent D. Ruben (1992),dalam keadaan seperti itu manusia dihadapkan pada tantangan “apa yang harus kita lakukan dengan luberan informasi”, dan tidak lagi mempertanyakan “bagaimana mendapatkan informasi”.
Betapa dahsyatnya media komunikasi merambah kehidupan manusia,sehingga tanpa sadar manusia telah menjadi tergantung pada media komunikasi untuk memenuhi kebutuhannya berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda budaya. Teknologi komunikasi menyebabkan individuindividu yang saling berinteraksi mengalami pertukaran budaya dan bahkan akulturasi.

Kita juga setiap hari membaca, mendengar dan menyaksikan di media-media, berita tentang ketegangan rasial, pertentangan agama,diskriminasi seks, yang secara umum merupakan masalah-masalah yang di sebabkan oleh kegagalan komunikasi antarbudaya.
Sebagai contoh, televisi yang sarat dengan teknologi mengandung apa yang disebut sebagai Television Culture. Hal ini diinterpretasikan bahwa filosofis televisi sebagai media yang mengandalkan teknologi telah melahirkan dan memancing makna kesenangan, hiburan, dan
keanekaragaman kesenangan dalam masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa apapun isinya, tampilan yang ada di layar kaca televisi selalu dikemas dengan format hiburan. Jadi, televisi dapat kita sebut sebagai alat penghibur.
Realita hiburan di televisi seakan sama dengan realita sebenarnya,padahal tidaklah demikian. Hal ini disebabkan, apa yang tampil di televisi sudah penuh dengan distorsi. Pesan yang tampil sudah melalui sebuah proses, seperti editing, cropping, dan lain-lain. Realita televisi sangat jauh
berbeda dengan realita sebenarnya. Celakanya apa yang ditampilkan di televisi sering dipersepsikan pemirsa sama dengan kenyataan sebenarnya.
Bahkan Ted Turner, pemilik televisi berita CNN mengatakan, televisi merupakan media yang mampu merealisasikan gagasan-gagasan sampai di luar batas hayali. Maksudnya, televisi dengan keunggulan teknologinya mampu menyajikan realita yang hanya ada dalam khayalan manusia (Wahyudi, 1992).

Budaya yang dihantarkan oleh televisi inilah yang setiap hari hadir masuk ke dalam rumah kita dan membawa budaya-budaya asing yang ada di dunia ini. Budaya-budaya inilah yang sering diserap oleh individu-individu dan melatarbelakangi tingkah lakunya sehari-hari dalam berinteraksi.

Pola Migrasi

Migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lainnya, baik secara domestik ataupun ke luar negeri. Bahkan ketika jaman penjajahan dulu telah dilakukan perpindahan penduduk/transmigrasi dengan tujuan penyebaran penduduk maupun sebagai tenaga kerja. Para tenaga kerja tersebut dipaksa harus bekerja rodi membuka lahan pertanian atau
perkebunan bahkan membuka jalan, seperti Anyer-Panarukan, jalan Lintas Sumatera, dan sebagainya.
Pernikahan campuran juga menyebabkan perpindahan tempat tinggal. Pasangan tersebut mengikuti daerah asal suami atau istri mereka atau di tempat yang baru sama sekali, yang akhirnya akan menurunkan keturunan mereka.
Karena itu, di hampir setiap kota besar di dunia kita dapat menjumpai orang-orang dari etnis atau bangsa lain. Kita bergaul, bekerja atau bersekolah dengan orang-orang yang berbeda dari kita. Pola migrasi ini yang menyebabkan kita mau tidak mau saling mengenal dan bergaul di
antara individu-individu. Kita selalu bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda bangsa atau budaya setiap harinya. Pengalaman sehari-hari inilah yang menyebabkan kita telah menjadi semakin memahami komunikasi antar budaya.

Kesejahteraan Politik

Salah satu jembatan emas dalam komunikasi antarbudaya adalah apa yang dinamakan kesejahteraan politik. Dalam era globalisasi dunia saat ini, kesejahteraan politik suatu negara sangat tergantung pada kondisi politik dan keamanan negara-negara lain. Kondisi dunia pasca serangan World Trade Centre (WTC) 11 September 2000 di Amerika Serikat adalah bukti
bagaimana stabilitas politik suatu negara seperti Afganistan dan Irak harus terkoyak oleh arogansi Amerika Serikat Sentimen Islam-non Islam dapat cepat merebak ke seluruh dunia,
setelah pihak Amerika Serikat menuduh gerakan fundamentalis Islam Al Qaedah pimpinan Osamah bin Laden sebagai otak serangan tersebut.
Akibatnya terjadi ketegangan yang luar biasa antara negara Barat dengan dunia Islam.
Demonstrasi anti Amerika Serikat dan sekutunya juga merebak di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Terutama hubungan diplomatik dan pemboikotan produk-produk Amerika Serikat yang santer disuarakan, sempat membuat panik pemerintah Indonesia. Penduduk Indonesia juga merasa tidak nyaman untuk saling berkomunikasi antar sesamanya apalagi dengan orang asing/bangsa lain. Karena itulah maka diperlukan komunikasi antarbudaya di antara manusia Indonesia.

Hambatan Komunikasi Antar Budaya

Sebenarnya kita harus memperhatikan secara khusus bahwa orang berbeda budaya akan berkomunikasi secara berbeda pula. Hal ini untuk menjaga agar interaksi yang terjalin tidak terhambat. Namun kenyataannya banyak manusia yang mengalami hambatan ketika mereka berkomunikasi antarbudaya.

Satu kesulitan adalah kecenderungan kita untuk melihat orang lain dan perilaku mereka melalui kacamata kultur kita sendiri, hal ini disebabkan karena etnosentrisme. Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk mengevaluasi nilai, kepercayaan, dan perilaku dalam kultur sendiri sebagai lebih baik, lebih logis dan lebih wajar ketimbang dalam kultur lain. Kita perlu
menyadari bahwa kita dan orang lain berbeda tetapi setara, tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi (DeVito, 1991). Misalnya, konflik yang terjadi antara etnis Dayak dan Madura di Kalimantan Barat. Masing-masing etnis menganggap bahwa etnisnya lah yang paling baik sementara etnis lain dianggap jelek atau buruk (etnosentrisme). Hal ini yang menyebabkan
konflik tersebut berkepanjangan dan sulit diselesaikan.
Kesulitan lainnya adalah apabila ia menganggap semua orang sama dengan anggota kelompok/etnisnya, hal ini biasa disebut stereotype.
Sebenarnya manusia adalah makhluk yang unik, dengan kata lain, manusia memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri. Maka, tidak semua perilaku komunikasi baik secara verbal maupun nonverbal mempunyai makna yang
sama dalam semua budaya.
Dalam berkomunikasi antarpribadi, orang haruslah memperhatikan budaya yang dimiliki individu tersebut. Dengan kata lain, DeVito (1991) mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya yang efektif umumnya dapat lebih diperkuat dengan memanfaatkan karakteristik-karakteristik yang menandai interaksi antarpribadi yang efektif, misalnya keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, kesetaraan, percaya diri, kedekatan, manajemen interaksi, daya ekspresi, dan berorientasi kepada lawan bicara.

Jadi, Setiap orang yang berkomunikasi antar budaya setidaknya bersikap terbuka terhadap perbedaan nilai, kepercayaan dan sikap;Menempatkan diri pada posisi lawan bicara yang berasal dari budaya yang berbeda; bersikap spontan dan deskriptif; mengkomunikasikan sikap positif;
menganggap berkomunikasi adalah kesetaraan, tetap percaya diri dan tenang dalam setiap situasi serta tidak sombong.

Dalam komunikasi antarbudaya kualitas kedekatan sangat penting agar memperkecil perbedaan; dan bersikap sensitif terhadap perbedaan ketika akan mengambil alih pembicaraan. Selain itu, isyaratkan empati dengan ekspresi wajah, gerak gerik yang penuh minat dan perhatian serta tanggapan yang mencerminkan pengertian (verbal dan nonverbal). Terakhir,
kita harus menyadari bahwa setiap orang punya andil dalam pembicaraan.
Dengan demikian, hambatan yang ada dalam komunikasi antar budaya
menjadi tiada.

Kesimpulan:

Allah SWT yang telah menciptakan manusia berpasang-pasangan dan bersuku-suku menurut jenisnya mengisyaratkan bahwa manusia itu hidup berkelompok sebagai mahluk sosial dan berkomunikasi dengan sesamanya. Karena itu, dalam berkomunikasi kita hendaklah membangun Jembatan Emas. Jembatan emas inilah yang menghubungkan kita dalam
berkomunikasi antar budaya. Kita harus memperhatikan secara khusus bahwa orang berbeda budaya akan berkomunikasi secara berbeda pula.
Setiap orang yang berkomunikasi antarbudaya setidaknya bersikap terbuka terhadap perbedaan nilai, kepercayaan dan sikap. Menempatkan diri pada posisi lawan bicara yang berasal dari budaya yang berbeda;bersikap spontan dan deskriptif; mengkomunikasikan sikap positif;menganggap berkomunikasi setara; tetap percaya diri dan tenang dalam setiap situasi, serta menghindari sikap etnosentrisme dan stereotype yang
berlebihan.
Suraya

Barus 1000 tahu yang lalu

PELETAKAN BATU PERTAMA PEMBANGUNAN TUGU RAJA TOGA LAUT PARDEDE DI LUMBAN JABI-JABI - BALIGE

Setelah terbentuknya panitia pembangunan Tugu Raja Toga Laut Pardede di Jakarta oleh beberapa keturunan Raja toga Laut Pardede yang berdomisili di jakarta sekitarnya (sejabodetabek)
maka diputuskanlah agar semua keturunan Raja Toga Laut Pardede ikut serta dalam Napak tilas show force keliling kota Balige pada tanggal 18 Agustus 2007, dengan rute dimulai Losmen Toga Laut Tawar, Tugu Naga Baling, Makam Raja Bona Ni Onan Pardede & Raja Paindoan Pardede dan ber akhir di Lumban Jabi-jabi / Tugu Raja Toga Laut Pardede, yang kemudian dengan kata-kata sambutan, oleh Tokoh-tokoh Sonak malela dll.