Sepak Terjang
Pribumi Pro belanda
Hingga saat ini, mengenai pern para
pribumi yang membantu belanda dalah upaya belanda menguasai Indonesia, belum
pernah diungkap, apalagi dibahas. Padahal peran para pribumi ini, yang waktu
itu belum sebagai warganegara Republik Indonesia, sangat signifikan, terutama
dalam membocorkan dokumen-dokumen, rencana-rencana pemerintah RI dan TNI serta
dalam peristiwa pembantaian puluhan ribu rakyat, sangat penting.
Di buku-buku mengenai perjuangan
mempertahankan kemerdekaan antara tahun 1945 – 1950 sering ditulis mengenai adanya
pengkhianatan yang dilakukan oleh peribumi untuk memberikan informasi ke pihak
belanda. Beberapa pengkhianatan berakibat sangat fatal untuk puluhan ribu jiwa.
Eksekusi di tempat yang dilakukan oleh
Westerling dan anak buahnya di Sulawesi Selatan (setelah pemekaran, sebagian
kini termasuk Provinsi Sulawesi barat) terhadap rakyat pendukung Republik
Indonesia, dilakukan berdasarkan informasi dari penduduk setempat yang menjadi
mata-mata belanda. Sesuai daftar nama yang diberikan, maka oang-orang tersebut
ditembak di tempat. Tragisnya, setelah eksekusi para pendukung Republik
Indonesia, para informan tersebut juga ditembak mati di tempat.
Hal ini juga terjadi a.l. di desa Galung
Lombok, dekat Majene, Sulawesi Barat. Pada 1 Febriaru 1947 pasukan elitWesterling Depot Speciaale Troepen (DST) di bawah komando Letnan Vermeulen mengumpulkan ribuan penduduk dari
Kabupaten Majene dan Kabupaten Polewali Mandar untuk menyaksikan eksekusi
terhadap pendukung Republik Indonesia. Berdasarkan daftar nama yang diberikan oleh
para informan, tahap awal 29 orang ditembak satu-persatu. Kemudian gelombang
kedua, secara acak ditembak lebih dari 200 orang. Kemudian karena ada laporan
bahwa pejuang Indonesia membunuh tiga orang prajurit belanda yang akan
memperkosa seorang wanita, Vermeulen memerintahkan untuk menembak kearah
kerumunan massa. Hanya dalam waktu beberapa jam, keseluruhan lebih dari 700
orang ditembak mati di tempat, termasuk para informan pribumi. Di antara yang
tertembak mati ada seorang wanita hamil dan anakp-anak.
Demikian juga yang terjadi di desa
Rawagede, dekat Karawang pada 9 Desember 1947, satu hari setelah dimulainya
perundingan perdamaian di atas Kapal Renville. Pada waktu itu tentara belanda
terus memburu Kapten Lukas Kustaryo dan anak-buahnya. Berdasarkan informasi
dari mata-matanya, tentara belanda mendapat informasi, bahwa Kapten Lukas
berada di desa Rawagede. Pada pagi buta desa tersebut dikepung dan dimulai
menyisir rumah penduduk satu-persatu. Namun tidak ada seorangpun anggota TNI.
Karena penduduk setempat tidak mau memberitahu keberadaan Kapten Lukas dan
pasukan TNI, maka komandan pasukan belanda, Mayor Aflons Wijnen memerintah kan
anak buahnya untuk membunuh semua laki-laki di atas usia 15 tahun. Namu
ternyata di antara 431 penduduk laki-laki yang dibunuh, juga ada seorang boah
berusia 12 tahun. Sebagian yang ditembak di tepi sungai di musim hujan,
langsung hanyut ke laut.
Karena tidak ada satupun penduduk
laki-laki, maka para janda wanita dan anak-anak terpaksa menguburkan
mayat-mayat penduduk laki-laki. Hari itu ada seorang wanita yang harus
menguburkan ayah, suami dan dua putranya. Ini semua ulah dari pribumi yang
menjadi mata-mata belanda.
Peristiwa Madiun September 1948 adalah
rancangan belanda, dalam mempersiapkan agresi militernya yang terbesar terhadap
Republik Indonesia pada 19 Desember 1948. Yang sangat berperan di sini adalah
“van der Plas Connection” yang dibentuk Januari 1942. Untuk menumpas
pemberontakan PKI di Madiun, TNI mengerahkan seluruh pasukan, baik dari Divisi
I Jawa Timur, termasuk Brigade Mobil Polisi, pasukan Divisi II dan Divisi III
Jawa tengah, serta pasukan Divisi Siliwangi, yang akibat persetujuan Renville
harus keluar dari jawa Barat. Hal ini mengakibatkan, bahwa di Ibukota
Yogyakarta tidak ada satu batalyonpun.
Di tengah kekosongan pasukan di
Yogyakarta, pada 19 Desember 1948 belanda mekancarkan agresi militernya secara
besar-besaran terhadap seluruh wilayah Republik Indonesia. Pada waktu itu
sedang berlangsung perundingan antara Indonesia dengan belanda yang difasilitasi
oleh PBB, dan komisi PBB dipimpin oleh orang Amerika.
Serangan terhadap Ibukota Yogyakarta
dimulai dengan menduduki lapangan terbang Maguwo. Di pagi hari pukul 06.45,
bersamaan dengan pendaratan tentara belanda di Maguwo, Wakil Tinggi Mahkota
Belanda (HoogeVertegenwoordiger
van de Kroon – HVK) Dr. Willem Drees, menyampaikan pidato di radio, di mana dia
menyatakan, bahwa belanda tidak lagi terikat dengan Perjanjian Renville.
Mulusnya penyerangan dan pendaratan
tentara belanda di lapangan terbang Maguwo dekat Yogyakarta, dikarenakan
telah terjadi pengkhianatan besar di pihak Republik Indonesia. Ada yang
memerintahkan agar ranjau di Maguwo di cabut dan senjata berat ditarik dari
Maguwo.
Akibatnya, satu-satunya lapangan terbang
dekat Ibukota RI Yogyakarta, Maguwo hanya dijaga oleh 150 tentara dengan
senjata ringan. Tentara belanda tidak mendapat kesulitan untuk menghancurkan
pertahanan ringan di Maguwo. Seluruhnya 150 TNI ditembak mati, tak ada yang
tersisa. Ini diduga untuk menutup mulut siapa pengkhianat di tubuh RI. Di pihak
tentara belanda tidak ada satupun korban jiwa.
Di masa perang gerilya, pada 1 Januari
1949 Panglima divisi III/Gubernur Militer III Kolonel Bambang Sugeng
mengeluarkan Instruksi Rahasia, yang isinya memberi perintah kepada seluruh
pasukan di wilayah Divisi III, Jawa tengah Bagian Barat, agar melancarkan
serangan serentak pada 17 Januari 1949. Instruksi Rahasia tersebut ada yang
membocorkan ke pihak belanda. Akibatnya, untuk mengantisipasi kemungkinan
serangan dari gerilyawan Indonesia, di daerah Kranggan, dekat Temanggung,
setiap pemuda Indonesia yang ditemui di jalan ditangkap, dan langsung dibawa ke
tepi Kali Progo, kemudian langsung ditembak mati. Pembunuhan ini berlangsung
samapi bulan Januari 1949. Diperkirakan sekitar 1.500 pemuda Indonesia tewas
dengan cara ini. Di tepi Kali Progo dibangun Monumen untuk mengenang peristiwa
ini.
Ironisnya, pada 10 Desember 1948 belanda
ikut menandatangani Pernyataan Umum PBB mengenai HAM (Universal Declaration of Human Rights). Sembilan hari kemudian, belanda melancarkan agresi militernya di mana
selama masa agresi militer tersebut puluhan ribu penduduk sipil non-combatant,
dibunuh tanpa proses hukum apapun.
Demikian secuil kisah para informan
belanda yang berakibat fatal untuk rakyat Indonesia.
Konferensi
Meja Bundar (KMB) dan sesudahnya
Di masa agresinya sampai gencatan
senjata pada 10 Agustus 1949, belanda berhasil mendirikan 15 Negara-negara atau
daerah otonom, di mana para penguasanya adalah orang-orang yang pro belanda.
Dari 23 Agustus – 2 November 1949
berlangsung Konferensi Meja Bundar di Den Haag, belanda dengan hasil,
didirikannya Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan Parlemen RIS.
Menjelang dimulainya KMB, semua kasus
kejahatan yang dilakukan oleh tentara belanda ditutup. Namun pada 5 September
1949, di tengah perundingan perdamaian di belanda, hukuman mati terhadap
seorang pemuda pejuang Indonesia, Wolter Robert Mongisidi dilaksanakan.
Sejarah mencatat, tak lama setelah
berdiri, di beberapa Negara Bagian RIS bentukan belanda timbul kemarahan
rakyatnya yang sejak awal tidak setuju dengan pembentukan Negara yang terpisah
dari Republik Indonesia dan pergolakan rakyat tak dapat dicegah oleh
pemerintah-pemerintah bentukan Belanda. Beberapa pemerintahan Negara Bagian
kemudian dipaksa oleh rakyatnya untuk membubarkan diri atau dibubarkan secara
paksa oleh rakyatnya, sehingga pada bulan April 1950, hanya tinggal 3 Negara
Bagian RIS yang tersisa, yaitu Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur (NST)
dan Negara Indonesia Timur (NIT).
Dengan persetujuan NST dan NIT, pada 19
Mei 1950 Pemerintah Republik Indonesia (RI) di bawah pimpinan Mr. Assaat Datuk
Mudo mengadakan perundingan dengan Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS).
Dicapai kesepakatan untuk kembali membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Pada 12 Agustus 1950, KNIP Republik Indonesia menyetujui Rancangan
Undang-Undang Dasar Sementara NKRI yang telah disusun oleh panitia bersama, dan
pada 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS mengesahkan Undang-Undang Dasar
Sementara untuk NKRI.
Tanggal 15 Agustus Perdana Menteri RIS
M. Hatta menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden RIS Sukarno. Demikian
juga dengan Mr. Assaat Datuk Mudo –Pemangku Jabatan Presiden Republik
Indonesia- yang menyerahkan mandatnya kepada Presiden RIS. Setelah itu Presiden
RIS Sukarno menyatakan pembubaran Republik Indonesia Serikat dan pada 17
Agustus 1950 Ir. Sukarno mengumumkan terbentuknya kembali Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Kudeta APRA Westerling pada 23 Januari
1950 yang didalangi oleh Pangeran Bernard, suami dari Ratu Juliana bersama
Sultan Hamid II dari Kalimantan, dan pemberontakan Republik Maluku
Selatan (RMS) yang juga adalah rancangan belanda mengalami
kegagalan total. Kemudian terjadi konspirasi tingkat tinggi militer dan sipil
belanda untuk menyelamatkan Westerling kembali ke belanda, di mana dia
dielu-elukan sebagai pahlawan.
Sekitar 4.000 bekas KNIL etnis Maluku
bersama keluarganya diboyong ke belanda. Kemudian berdasarkan keputusan
kerajaan tanggal 20 Juli 1950, pada 26 Juli 1950 pukul 00.00, setelah berumur
sekitar 120 tahun,Koninklijk
Nederlands-Indisch Legeratau KNIL dinyatakan bubar.
Sesuai dengan hasil KMB, mereka yang ingin bergabung dengan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) diterima dengan pangkat yang sama. Namun sebelum dibubarkan,
banyak dari mereka dinaikkan pangkatnya, bahkan sampai dua tingkat.
Dari uraian di atas terlihat, bahwa
ketika Republik Indonesia didirikan, sekitar 65.000 pribumi yang mungkin masih
merasa sebagai warganegara belanda, menjadi serdadu KNIL yang sampai 10 Agustus
1949 berperang di pihak belanda untuk menghancurkan Republik Indonesia. Di
bidang politik, baik di pemerintahan maupun di parlemen RIS duduk orang-orang
yang bukan warganegara Indonesia.
Setelah KNIL dan RIS dibubarkan, mereka
“terpaksa” menjadi warganegara Republik Indonesia. Sebagian bekas KNIL menjadi
anggota TNI, dan bekas petinggi-petinggi pro belanda banyak yang ikut ke
belanda. Namun sebagian terbesar, terutama di daerah-daerah wilayah 15 Negara
Bagian atau Daerah Otonom bentukan belanda, para pejabatnya masih tinggal di
daerah-daerah masing-masing. Di lingkungan di daerah-daerah, masih diketahui
dengan jelas perang orang tua atau kakek mereka di zaman penjajahan dan di masa
Republik Indonesia mempertahankan kemerdekaan.
Sampai tahun 50-an karena masih sangat
segar di ingatan masing-masing, cukup terbuka siapa-siapa saja yang pernah
mengabdi untuk belanda, bahkan ada kelompok yang menyatakan sumpah “Kesetiaan
Abadi” (door de euwen
trouw) kepada belanda.
Yang tentu menjadi pertanyaan penting,
apakah mereka (dan keturunannya) yang di zaman penjajahan, bahkan sampai tahun
1950 masih di pihak belanda untuk menghancurkan cita-cita Republik Indonesia
sebagai bangsa yang Merdeka, tiba-tiba sejak tahun 1950 semua menjadi
nasionalis?
Memang harus diterapkan pra-duga tak
bersalah, bahwa tidak semua dari mereka yang sampai tahun 1950 masih setia
kepada belanda, karena kabarnya cukup banyak yang setelah tahun 1950 masih
menerima uang pensiun dari pemerintah belanda. Namun tentu jelas, bahwa banyak dari
mereka tetap setia kepada belanda. Bahkan kabarnya sampai sekarang, di tahun
2015, terutama mereka yang termasuk jaringan van der Plas Connection atau yang
terus bertugas sebagai informan belanda, tetap mendapat gaji dari belanda.
Berdasarkan bukti-bukti yang ada,
termasuk dari belanda sendiri, ternyata belanda ikut “bermain” di peristiwa
tahun 1965, dan pada waktu itu, selain peran van der Plas Connection dan Pater
Josephus (Joop) Beek, juga dikenal dengan OLAF (Our Local Army Friends). OLAF ini terutama bekas KNIL, yang ditahun 60-an dan 70-an berhasil
menjadi PATI (Perwira Tinggi) di TNI.
Konflik di antara para pejuang Republik
Indonesia berlanjut terus hingga tahun 80-an, dan yang mendapat keuntungan
adalah justru mereka yang sampai tahun 1949 masih di pihak belanda yang
bertujuan untuk memecah-belah NKRI. Bukan rahasia lagi, bahwa sejak
pemerintahan Orde Baru sampai sekarang dikabarkan, bahwa banyak menteri di
pemerintahan RI adalah titipan asing.
Kemungkinan besar inilah penyebab utama,
mengapa segala usaha untuk membuka lembaran sejarah dan menuntut Negara-negara
yang selama agresi militer mereka di Indonesia (Jepang 1942 – 1945, Belanda,
Inggris dan Australia dari 1945 – 1950) dan meminta pertanggungjawaban atas
pembantaian jutaan rakyat di wilayah pendudukan Jepang dan setelah itu di
wilayah Republik Indonesia mengalami kesulitan besar. Pemerintah
Indonesia sampai saat ini tidak merespons tuntutan agar menunjukkan bahwa
Indonesia Berdaulat Dalam Politik Luar Negeri.
Beberapa tahun lalu, tiga lembaga
penelitian terbesar di belanda mengajukan proposal untuk melakukan penelitian
mengenai segala sesuatu yang terjadi di Indonesia antara tahun 1945 – 1950,
justru pemerintah Indonesia yang menolak, tanpa menyebut alas an penolakan.
Mungkin ini salahsatu bukti, bahwa lobby pemerintah belanda di kalangan pejabat
di Indonesia, terutama di Kementerian Luar Negeri RI sangat kuat. Kementerian
Luar Negeri RI sejak bertahun-tahun tetap tidak mau menjelaskan kepada rakyat
Indonesia, mengapa pemerintah RI membiarkan sikap belanda, yang tidak mau
mengakui de
jurekemerdekaan RI 17.8.1945.
Bukan hanya para diplomat di seluruh
dunia, orang awam juga mengetahui, bahwa apabila dua Negara akan saling
berhubungan diplomatik, keduanya harus saling mengakui dan menghargai kesetaraan.
Kemungkinan di sini juga “keberhasilan” lobby belanda untuk menutupi fakta ini,
karena apabila belanda terpaksa mengakui de jurekemerdekaan RI 17.8.1945, maka belanda
harus menghadapi tuntutan, bahwa yang dinamakan “aksi polisional” adalah agresi
militer terhadap suatu Negara yang merdeka dan berdaulat. Selain haru membayar
pampasan perang, yang paling keberatan terhadap pengakuan de jure ini adalah
veteran belanda, karena mereka akan menjadi penjahat perang.
Di lain pihak, apabila Indonesia tetap
menerima versi belanda bahwa kemerdekaan Indonesia adalah 27 Desember 1947,
maka berarti pemerintah Indonesia membiarkan pandangan, bahwa yang dimakamkan
di Taman Makam Pahlawan di seluruh Indonesia adalah perusuh, pengacau keamanan
dan ekstremis yang dipersenatai oleh Jepang, karena demikianlah alasan belanda
melancarkan “aksi polisional”nya. Yang dikirim bukanlah polisi, melainkan
pasukan-pasukan elit dan marinirnya.
Kalau melihat “peta kekuatan” jaringan
belanda, van der Plas Connection dan jaringan Pater Beek serta jaringan
sekutu belanda, ABDACOM, tidak tertutup kemungkinan, bahwa apabila MELUPAKAN
SEJARAH INDONESIA, MEMBUAT INDONESIA MENJADI SEJARAH!
Imperium Uni Sovyet yang gagah perkasa,
hanya bertahan 70 tahun, kemudian pecah dan bubar. Bahkan salahsatu Negara kuat
di Eropa, Republik Demokratik Jerman ( Jerman Timur) hanya bertahan 41 tahun.
Pemerintah Jerman Timur membubarkan diri dan kemudian bergabung dengan Jerman
Barat.
Telah sering diberitakan, bahwa berbagai
konflik dan kerusuhan yang terjadi di Indonesia, terutama di daerah-daerah yang
rawan, selalu ada campur-tangan asing. Namun belum pernah disebutkan dengan
tegas, Negara mana saja yang ikut-campur atau “bermain.” Sudah jelas
orang-orang dari Negara-negara tersebut tidak mungkin untuk turuntangan
sendiri, karena akan sangat janggal, apabila banyak bule berseliweran di
pelosok-pelosok daerah konflik. Tugas ini tentu dilakukan oleh para pribumi.
Bung Karno telah memprediksi apa yang
akan dihadapi bangsa Indonesia, sehubungan dengan antek-antek Belanda tersebut
yang tinggal di Indonesia. Dalam pidato pembukaan KAA pada 18 April 1955 Bung
Karno Mengatakankan:
“Saya
tegaskan kepada anda semua, kolonialisme belumlah mati. Dan, saya meminta
kepada Anda jangan pernah berpikir bahwa kolonialisme hanya seperti bentuk dan
caranya yang lama, cara yang kita semua dari Indonesia dan dari kawasan-kawasan
lain di Asia dan Afrika telah mengenalinya. Kolonialisme juga telah berganti
baju dengan cara yang lebih modern, dalam bentuk kontrol ekonomi, kontrol
intelektual, dan kontrol langsung secara fisik melalui segelintir
elemen kecil namun terasing dari dalam suatu negeri. Elemen itu
jauh lebih licin namun bisa mengubah dirinya ke dalam berbagai
bentuk.”
Dan siapa para pribumi/”elemen kecil”
yang dimaksud?