Meninggalkan
Sejarah Indonesia, Membuat Indonesia Menjadi Sejarah.
Banyak kalangan yang menyatakan, bahwa
kini terlihat kecenderungan lunturnya nasionalisme, terutama di kalangan
generasi muda. Namun apabila ditinjau sejarah Republik Indonesia sejak
didirikan pada 17 Agustus 1945, akan terlihat jelas, bahwa sangat banyak
penduduk di bekas wilayah jajahan belanda, nederlands Indie (India belanda),
yang justru berada di pihak belanda, baik di bidang politik maupun di bidang
kemiliteran, yang berusaha menjajah Indonesia, tetapi tidak berhasil.
Belanda tidak mau melihat fakta, bahwa
penjajahan belanda di Bumi Nusantara telah berakhir pada 9 Maret 1942, yaitu
ketika belanda, hampir tanpa perlawanan menyerah kepada balatentara Dai Nippon.
Di sini juga berakhir mitos, bahwa ras kulit putih tak terkalahkan.
Penjajahan tidak memiliki landasan hukum
internasional, boleh dikatakan hanya memakai hukum rimba: siapa yang kuat,
memangsa yang lebih lemah. Hukum rimba yang digunakan para Negara predator
inilah yang berlaku selama ratusan tahun. Tidak ada hukum internasional yang
memberikan legitimasi kepada suatu Negara atau suatu bangsa, untuk menjajah
bangsa atau Negara lain. (Dalam kunjungan saya keempatkali ke Tweede Kamer,
Parlemen Belanda di Den Haag pada 9 Oktober 2013, saya katakana kepada dua
anggota parlermen Belanda, Angelien Eijsink dari PvdA dan Harry van Bommel dari
Partai Sosialis, bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia memiliki landasan hukum
internasional, yaitu Konvensi Montevideo, sedangkan penjajahan tidak memiliki
landasan hukum apapun.
Selama lebih dari 250 tahun, belanda
termasuk pedagang budak terbesar sepanjang massa. Kebiadaban terbesarnya adalah
genosida (pembantaian etnis) yang dilakukan di Kepulauan Benda tahun 1621, di
mana sekitar 13.000 penduduknya dibantai, sekitar 1000 orang melarikan diri ke
pulau-pulau di sekitar kepulauan Banda, kemudian sisanya sekitar 830 orang
dibawa ke Batavia untuk dijual sebagai budak. Pembunuhan para pemimpin
setempatpun dilakukan dengan cara yang sangat sadis, sebagaimana diturturkan
oleh seorang perwira muda belanda.
Demikian juga kemerdekaan suatu bangsa
atau Negara, berdasarkan hukum rimba. Apabila satu kelompok, etnis, bangsa atau
Negara merasa cukup kuat, berani menyatakan kemerdekaan dari penjajah atau
memisahkan diri dari suatu negara. Secara keseluruhan:,Kemerdekaan suatu Negara
tidak memerlukan pengakuan dari Negara lain, asalkan Negara baru tersebut
sanggup mempertahankan diri. Belakangn dibuatlah aturan internasional yang
dinamakan Konvensi Montevideo pada 26 Desember 1933 mengenai persyaratan
medirikan suatu Negara. Namun konvensi ini, seperti juga dengan konvensi dan
perjanjian intaernasional lainnya tidak menghalangi miat suatu Negara untuk
menyerang dan menguasai Negara lain. Artinya tetap berlaku hukum rimba.
Juga mengenai perjanjian-perjanjian
internasional atau perjanjian bilateral antara dua Negara juga tidak ada
gunanya, karena apabila perjanjian-perjanjian tersebut menjadi hambatan untuk
suatu Negara, maka Negara tersebut apabila merasa kuat, akan membatalkan secara
sepihak perjanjian-perjanjian tersebut.
Oleh karena itu, proklamasi kemerdekaan
Indonesia, tanpa adanya Konvensi Montevideopun sah, karena ternyata Republik
Indonesia sanggup mempertahankan kemerdekaannya dari gempuran agresi militer
belanda yang dibantu sekutunya antara tahun 1945 – 1949. Perang berakhir dengan
Konferensi Meja Bundar, yang menghasilkan kesepakatan mendirikan Republik Indonesia
Serikat, di mana Republik Indonesia adalah satu dari 16 negara Bagian RIS.
Ibukota RIS adalah Batavia, dan Ibukota
Republik Indonesia adalah Yogyakarta, dengan Pejabat Presidennya adalah Mr.
Asaat Datuk Mudo, Ketua Komite Nasional Indonesia – Pusat. Pada 30 Desember
1950 Menteri RIS Arnold Mononutu resmi mengganti Batavia kembali menjadi
Jakarta, yang tellah ditetapka oleh Jepang tanggal 8 Agustus 1942.
Belanda menyatakan menyerah tanpa syarat
kepada Jepang pada 9 Maret 1942 di Kalijati. Pemerintah nederlands Indie
lenyap. Kemudian Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15
Agustus 1945 dan menghentikan semua kegiatan militer dan administrasi sipilnya.
Tidak ada kekuasaan samasekali di wilayah yang pernah diduduki oleh tentara
Jepang, termsuk di bekas jajahan belanda.
Dokumen menyerah tanpa syarat (unconditional surrender) baru ditandatangani oleh Jepang pada 2 September 1945 di atas Kapal
Perang AS, Missouri di Tokyo Bay. Artinya terjadi Kekosongan Kekuasaan (Vacuum of Power) antara tanggal 15 Agustus – 2 September 1945.
Di masa Vacuum of Power tersebut, pada
17 Agustus 1945 Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Dengan demikian
Pernyataan kemerdekaan tersebut bukan merupakan pemberontakan kepada siapapun,
karena tidak ada suatu pemerintahan. Juga bukan revolusi, karena tidak ada
pemerintah yang digulingkan. Dari sudut pandang belanda dinyatakan bahwa ini
adalah suatu pemberontakan atau revolusi. Jelas pernyataan ini untuk mengecoh
opini dunia, bahwa belanda masih memiliki hak sebagai penguasa.
Bekas penguasa nederlands indie, tidak
mau mengakui kemerdekaan Indonesia, dan berusaha untuk menjajah Indonesia.
Upaya belanda dibantu oleh sekutunya di Perang Dunia II, Inggris, Australia dan
Amerika Serikat. Inggris menyediakan 3 British-Indian Division di bawah komando
Letjen Philip Christison, dan Australia menyediakan 2 divisi di bawah komando
Leyjen Leslie “Ming the Merciless) Morshead. Amerika Serikat memberi pelatihan
untuk tentara belanda. Ketiga Negara tersebut membrikan bantuan persenjataan
dan logistic, karena setelah Perang Dunia II, belanda hancur dan hampir tak
memiliki apapun untuk kepentingan angkatan perangnya.
Selain mendatangkan 150.000 wajib
militer dari belanda, belanda juga merekrut sekitar 65.000 pribumi dari bekas
jajahannya. Di antaranya sekitar 5.000 dari Maluku. Selebihnya dari berbagai
etnis di wilayah bekas jajahan belanda. Kebanyakan adalah mereka, yang sebelum
agresi militer Jepang tahun 1942, sudah menjadi tentara KNIL.
Beberapa mantan perwira pertama dan
serdadu KNIL menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia setelah proklamasi
kemerdekaan Indonesia 17.8.1945, namun sebagian terbesar termasuk para perwira
menengahnya memilih untuk tetap mendukung belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar